Monday, December 20, 2010

Keindonesiaan: Bola dan Imajinasi Indonesia

SEMOGA Indonesia menang,” kata Hamid, seorang warga Jakarta, sesaat sebelum memasuki Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (16/12) sore, untuk menonton tim nasional Indonesia yang akan bertanding dengan Filipina. Harapan Hamid terwujud. Indonesia memastikan masuk Final Piala AFF 2010 setelah Cristian Gonzales melahirkan gol 1-0 (agregat 2-0) melawan Filipina, Minggu malam.

Seperti ribuan penonton lainnya yang mendukung timnas Indonesia, yang malam itu bertanding melawan Filipina, Hamid membawa selendang warna merah bertuliskan Indonesia.

Sarifudin Sudding, anggota DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, mengenakan jaket warna merah bertuliskan Indonesia di bagian belakang ketika keluar dari kantornya pada Kamis sekitar pukul 15.30. Hari itu, Sudding juga menonton pertandingan timnas Indonesia.

Pada Kamis malam itu, timnas Indonesia, yang dilatih orang Austria, Alfred Riedl, akhirnya memenangi pertandingan berkat gol semata wayang dari pemain naturalisasi Cristian Gonzales.

Jika melihat antusiasme masyarakat terhadap timnas Indonesia, meminjam istilah Ben Anderson, Indonesianis dari Cornell University, keberadaan mereka telah memperkuat kembali imajinasi bersama kita tentang komunitas bernama Indonesia. Timnas Indonesia telah membuat rakyat Indonesia (kembali) bangga dengan identitasnya sebagai bangsa Indonesia, yang antara lain muncul dari kebanggaan para penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno untuk meneriakkan atau memakai segala sesuatu yang berbau Indonesia.

Apa yang telah dilakukan timnas Indonesia akhirnya menjadi katup pengaman atas sejumlah peristiwa yang belakangan ini telah mengganggu imajinasi bersama kita sebagai bangsa Indonesia. Peristiwa itu antara lain terlihat pada perilaku sejumlah elite politik yang korup dan mementingkan dirinya sendiri sehingga rakyat seperti dibiarkan menghadapi penderitaannya.

Prestasi timnas Indonesia juga telah membangkitkan harga diri bersama sebagai bangsa yang selama ini banyak diganggu oleh ”tidak maksimalnya” pemerintah melindungi warganya yang menjadi tenaga kerja Indonesia atau menjaga kedaulatan wilayah.

Sepenanggungan

Imajinasi yang selama ini berhasil dibangun oleh prestasi timnas Indonesia akhirnya menjadi bentuk lain pembangunan keindonesiaan yang pada masa awal berdirinya negara ini banyak dibangun oleh perasaan senasib sepenanggungan karena dijajah Belanda. Pada masa Orde Baru, imajinasi keindonesiaan ini antara lain dibangun oleh bayangan kelam peristiwa 30 September 1965.

Imajinasi bersama sebagai bangsa yang dibangun lewat prestasi dan pencapaian bersama juga dilakukan negara lain, seperti Malaysia. Saat ini orang Malaysia umumnya amat bangga saat menceritakan keberhasilan mereka membangun menara kembar Petronas, menggelar balap mobil Formula I dan Moto GP di Sirkuit Sepang, hingga membuat mobil nasional dengan merek Proton.

”Kalau pemimpin kami tidak memakai Proton, bagaimana dapat membuat rakyat mau memakainya?” kata Eng Hock, rekan dari Kuala Lumpur, Malaysia, tentang alasan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohamad, menjadikan Proton sebagai mobil dinas pejabat Malaysia. Ketentuan itu masih berlaku hingga sekarang.

Akhirnya, untung masih ada prestasi yang ditorehkan timnas sepak bola Indonesia. Semoga Indonesia bisa menjadi juara Piala AFF 2010 dan terus berprestasi hingga Piala Dunia. Di tengah berbagai masalah bangsa saat ini, tidak banyak prestasi yang dapat membangun imajinasi bersama kita sebagai bangsa Indonesia. Padahal, imajinasi bersama itu menjadi saka guru dari berdirinya negara yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945.

(M Hernowo)

Sumber: Kompas, Senin, 20 Desember 2010

No comments: