SETIAP orang punya caranya sendiri untuk mengatasi stres baik secara positif maupun negatif. Begitupun Martin Aleida, yang memilih berlari di tengah kegundahannya kala stres.
Menjalani hidup sebagai wartawan, Martin mengungkapkan dirinya, kerap dihinggapi stres karena berbagai hal. Saat masih bekerja di Tempo ketika stres datang, Martin mengaku kerap berlari saat pulang dari kantor redaksinya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, ke rumahnya yang masih di Perumnas Depok I. Jarak yang ditempuhnya itu lebih dari 30 kilometer.
Di masa akhir 1970-an itu, kondisi Jakarta digambarkan Martin masih cukup nyaman untuk diarungi dengan berlari. Ketika itu, kadang dia melewati jalanan yang masih berupa tanah dengan rumput-rumput liar yang tinggi.
”Kadang diselingi dengan berjalan, lalu berlari lagi. Kira-kira makan waktu dua jam dari Senen ke Depok,” kata Martin mengingat-ingat.
Sementara itu, mobil Hardtop pemberian kantornya ketika itu lebih banyak berdiam di rumahnya. Selain karena ongkos bensinnya justru bikin tekor, Martin mengaku tidak suka menyetir. ”Sambil berlari atau berjalan pulang, saya bisa melamun. Kalau menyetir tidak bisa melamun begitu, saya tidak suka,” imbuhnya lagi.
Sementara ketika bekerja di Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dari tahun 1985 hingga 2001, Martin gemar bersepeda sebagai transportasinya sehari-hari. Kini, Martin masih kerap berlari di sekitar rumahnya, sejauh 4 km setiap hari. Namun, kali ini bukan karena stres, melainkan untuk menjaga staminanya. Tidak heran, meski telah berumur, dirinya tampak amat bugar. (SF/ROW)
Sumber: Kompas, Minggu, 10 April 2011
No comments:
Post a Comment