-- C Anto Saptowalyono
DI toko buku mudah dijumpai berbagai judul cerita rakyat dari Jawa, seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Asal Mula Kota Banyuwangi, dan Sangkuriang. Namun, coba cari buku cerita rakyat Kalimantan Tengah, sulit ditemukan. Gejala ini mengusik Abdul Fattah Nahan, penulis cerita rakyat Kalteng.
AF Nahan (KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO)
Langkanya buku cerita rakyat Kalteng bukan karena provinsi seluas hampir satu setengah kali Pulau Jawa ini tidak mempunyai cerita rakyat. Justru sebaliknya, Kalteng kaya dengan khazanah cerita rakyat.
Persoalannya, cerita rakyat Kalteng lazimnya diwariskan turun-temurun secara lisan, berwujud folklor dan belum dibukukan. Cerita rakyat itu tersimpan dan tersebar dari generasi ke generasi melalui penuturan lisan, tak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan meski pendokumentasian tertulis diyakini lebih aman dibandingkan dengan lewat penuturan lisan yang dibatasi kekuatan ingatan.
Obsesi untuk melestarikan folklor Kalteng agar tidak punahlah yang kemudian menggerakkan jemari AF Nahan, demikian namanya disingkat, untuk mendokumentasikan cerita rakyat Dayak di jantung Kalimantan ini.
Pria yang dari kakek-neneknya mengalir darah berbagai suku bangsa, yakni Mindanao, Ot Danum, Ma’anyan, China, Siang, Bakumpai, dan Banjar ini, lalu dikenal sebagai penulis cerita rakyat Kalteng yang paling produktif.
Buktinya, AF Nahan sudah menulis folklor lebih dari 300 judul dalam bahasa Indonesia, 60 judul dalam bahasa Dayak Ngaju, dan 20 judul dalam bahasa Dayak Ma’anyan. Tulisan folklor tersebut banyak yang dimuat dalam media cetak Kalteng Pos, Media Kalteng, Dayak Pos, Suara Kalteng, dan Palangka Pos.
”Cerita yang saya tulis ini belum seberapa dibanding banyaknya cerita rakyat di Kalteng,” kata AF Nahan yang ditemui di rumahnya, Jalan Melati Nomor 15, Kompleks Perumahan Chusus Palangkaraya, pekan lalu.
Toponimi
Penuturan AF Nahan ditinjau dengan menggunakan pendekatan toponimi, cabang ilmu yang menyelidiki nama tempat. Di Kalteng ada lebih dari 1.300 folklor yang mengisahkan asal mula desa. Angka 1.300-an ini mengacu pada jumlah desa di Kalteng.
Ini baru kisah mengenai asal mula desa, belum menyangkut legenda yang biasanya dipunyai masing-masing desa. Artinya, pernyataan AF Nahan bahwa Kalteng kaya dengan cerita rakyat memang memiliki landasan.
Apalagi AF Nahan mendasarkan tulisan cerita rakyatnya berangkat dari hasil pendokumentasian langsung di lapangan. Ini terkait dengan riwayat pekerjaannya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalteng (dulu Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional).
Tugas itu memberi dia kesempatan mengunjungi daerah- daerah di pelosok Kalteng. Kesempatan itu dia gunakan antara lain untuk mendata dan menyusun daftar inventaris benda cagar budaya atau situs se-Kalteng.
Di tiap daerah yang dikunjungi, dia mengumpulkan sebanyak mungkin data yang kelak menjadi bahan cerita rakyat. AF Nahan merasa beruntung bisa melakukan hal itu karena posisinya sebagai anggota staf khusus kepurbakalaan di kantor tersebut.
”Banyak sumber cerita rakyat yang saya tulis telah saya dengar dari tatum, sansana, tumetleot, dan karungut. Keempatnya adalah sastra lisan dari subsuku Dayak Ot Danum, Kapuas, Ma’anyan, dan Ngaju, yang ditampilkan dalam upacara terkait daur hidup mulai kelahiran hingga kematian,” cerita AF Nahan, yang termasuk tim perekam sastra lisan tatum, proyek Sekretariat Daerah Kalteng ini.
Sesajian
Ada beberapa pengalaman mistis atau tak terjangkau akal yang dilalui AF Nahan dalam tahap pencarian sumber maupun penulisan materi cerita rakyat Kalteng.
Dia pernah harus menyediakan piduduk, yakni sesajian yang memungkinkan tetua dari suatu daerah dapat kembali atau semacam menerawang pada suatu masa berlangsungnya suatu kisah. Ini demi agar penuturan kembali cerita rakyat itu mendekati bentuk yang asli.
”Ini untuk menjaga validitas kisah agar mendekati kenyataan, seperti dituturkan sejak awal,” katanya meyakinkan.
Terkait folklor Dayak, AF Nahan juga meyakini bahwa tidak semua cerita itu bisa dituliskan. Ada hal yang dapat dituliskan, tetapi ada pula hal yang tidak boleh dituliskan. Karena itulah, ia berusaha agar penulisan cerita rakyat Kalteng dapat dikemas dengan kalimat yang pas.
”Tulisan di komputer bisa langsung hilang kalau saya menuliskan hal yang seharusnya tidak boleh dituliskan, atau ketika saya menulis tidak seperti apa adanya. Dua-tiga kali saya mengalami hal seperti itu,” katanya.
Ditambah kemampuannya membaca huruf Arab pegon yang dia pelajari sewaktu menuntut ilmu di sekolah rakyat (sekolah dasar) hingga sekolah menengah atas, AF Nahan pun mampu membaca tulisan yang tertera pada batu-batu, seperti di Kabupaten Murung Raya. Semua informasi itu menjadi materi yang berharga dalam ”proyek” penulisan cerita rakyat Kalteng.
Telik sandi
Pemahaman dan daya jelajah AF Nahan ke berbagai pelosok Kalteng untuk pengumpulan bahan cerita rakyat juga tidak lepas dari pengalamannya mengikuti pelatihan telik sandi dan pertahanan wilayah tahun 1969. Momentum pada masa kerja itu termanfaatkan dan tertuai hasilnya sejak tahun 1999 saat AF Nahan mulai intensif menuliskan cerita rakyat.
Lewat pengalaman telik sandi dan pertahanan, dia menguasai teknik bertanya, mendengarkan, dan menangkap hal-hal yang penting dalam sebuah cerita. ”Orang jadi mau bertutur tentang berbagai cerita rakyat yang diketahuinya. Ini memudahkan saya dalam mengumpulkan informasi.”
Selain cerita rakyat, AF Nahan juga banyak menulis tentang hal ihwal nilai tradisional Dayak, semisal tentang upacara pernikahan adat, makanan tradisional, dan upacara tiwah untuk mengantar roh leluhur. Dia juga pernah menyunting buku tentang busana pengantin daerah Kalteng dan naskah kebudayaan daerah.
Belakangan, dia mencoba membukukan semua cerita rakyat Kalteng yang selama ini telah dia tulis dan kumpulkan. Untuk sementara, dia sudah merangkumnya dalam sebuah master tulisan yang terdiri atas lima buku. Masing-masing buku berisi sekitar 40 cerita.
”Selain yang sudah saya kumpulkan dalam master tulisan, sebenarnya masih banyak cerita lepas yang belum sempat saya bukukan,” katanya.
Kegigihan AF Nahan selama ini telah menghasilkan ratusan cerita rakyat yang telah terdokumentasikan dalam bentuk tulisan. Sayangnya, dia tak punya cukup dana atau sponsor yang mau menerbitkan cerita-cerita rakyat tersebut.
Namun, kesulitan itu tak menyurutkan tekadnya untuk terus berupaya menuliskan cerita rakyat Kalteng. Bagaimanapun, kata AF Nahan, cerita rakyat itu harus terdokumentasikan sebab di sini tersimpan petuah yang baik.
Biodata
Nama: Abdul Fattah Nahan
Lahir: Banjarmasin, 7 April 1948
Pendidikan:
- Sekolah Rakyat Negeri Banjarmasin
- SMP Negeri Palangkaraya
- SMA Negeri Palangkaraya
- Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Palangkaraya
Pekerjaan: Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
Istri: Karmela Ilyas (59)
Anak:
- Fazia Apriani (31)
- Aisya Haryani (29)
- Muammar Fadhil (28)
- Raila Samaradziya (23)
Penghargaan: Satyalencana Karya Setia 20 Tahun
Sumber: Kompas, Selasa, 25 Maret 2008 | 01:26 WIB
1 comment:
Halo...Salam kenal sebelumnya...Wah,sayang bukunya belum diterbitkan ya...Sebenarnya saya ingin tahu jg cerita rakyat di Kalteng...Kalo bukunya sudah terbit mbok saya dikabari...Makasih. ^_^
Post a Comment