JAKARTA, KOMPAS - Pemikiran-pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana di bidang bahasa dan sastra tidak hanya masih relevan, tetapi juga cemerlang dan melampaui zamannya.
Demikian pokok-pokok pikiran yang mengemuka dalam Diskusi Sastra bertajuk Memeriksa Kembali Pemikiran-pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana, Selasa (25/3) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Diskusi yang digelar Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Kompas, Femina Group, dan Yayasan Alisjahbana itu menghadirkan linguis Jos Daniel Parera, budayawan Nirwan Ahmad Arsuka, dan sastrawan Goenawan Mohamad.
Tokoh pers Jakob Oetama dalam sambutannya mengatakan, pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana (STA) masih relevan hingga sekarang. Bahkan, kegigihan dan konsistensinya untuk memajukan Indonesia patut menjadi teladan.
Parera mengatakan, salah satu pemikiran STA yang perlu ditindaklanjuti ialah menulis dan menghasilkan sebuah tata bahasa baku bahasa Indonesia. ”Kecintaan STA untuk memajukan bahasa Indonesia telah ditunjukkannya dengan Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2, serta majalah Pembina Bahasa Indonesia, yang terbit sejak tahun 1949,” ujarnya.
Nirwan Ahmad Arsuka mengatakan, STA meletakkan dasar tata bahasa Indonesia yang memungkinkan bahasa ini jadi sistem autopoiesis sehingga transportasi gagasan berlangsung bagus.
Goenawan Mohamad mengatakan, salah satu hal penting dalam sejarah sastra Indonesia: ”puisi baru” yang dirayakan Takdir kini ditinggalkan para penyair setelah berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 Maret 2008
No comments:
Post a Comment