Jakarta, Kompas - Saat ini Indonesia membutuhkan lebih banyak pemikir yang tersebar di sejumlah daerah, bukan pengelompokan berdasarkan etnis atau latar belakang tertentu.
”Hal ini karena masa depan bangsa ini berada di daerah dan bukan Jakarta,” kata peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indra J Piliang dalam diskusi peluncuran buku berjudul Pemikiran Tionghoa Muda, Cokin? So What Gitu Lho! di Jakarta, Jumat (28/3). Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang dieditori oleh Ivan Wibowo.
Pembicara lain dalam diskusi yang diberi kata pengantar oleh pendiri CSIS Harry Tjan Silalahi ini adalah Suma Mihardja dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika dan sejarawan Didi Kwartanada.
Menurut Indra, kehadiran para pemikir beretnis China akan lebih dirasakan manfaatnya jika mereka tersebar ke beberapa daerah untuk menumbuhkan pemikiran dan pencerahan di tempat itu karena potensi dan persoalan bangsa sekarang lebih banyak di daerah.
”Desentralisasi telah membuat Indonesia tak dapat hanya dilihat dari Jakarta karena masalah yang ada di Jakarta amat berbeda. Isu seperti pemilihan presiden sekarang mungkin sudah hangat di Jakarta, tetapi tidak dirasakan di Ternate,” kata Indra.
Harry Tjan Silalahi menuturkan, Indonesia juga membutuhkan harmoni dan tenggang rasa di antara warganya. ”Hal itu tidak datang dengan sendirinya, tapi proses tanpa henti yang harus terus dibina,” katanya.
Didi Kwartanada menuturkan, anggapan etnis China sebagai orang asing karena mereka lebih dikenal sebagai pedagang. Padahal, masyarakat agraris umumnya menganggap kegiatan mencari untung seperti yang dilakukan pedagang bukan pekerjaan yang dapat dibanggakan. (NWO)
Sumber: Kompas, Sabtu, 29 Maret 2008
No comments:
Post a Comment