Friday, March 14, 2008

Muda: Tak Harus Nunggu Budaya Kita Dicaplok, Kan?

DO you love Indonesia? Yes, I do. Sebagian dari kita pasti yakin menjawab begitu. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, apa benar sih kita melaksanakannya? Kalau kita ngakunya cinta Indonesia, kenapa harta budaya kita makin sering dijiplak dan dicaplok?

So, sebelum apa yang kita miliki direbut lagi, ada baiknya kita kenalan dengan ”mereka”. Let’s check it out...

Apa benar sih kita cinta sama negeri ini? Coba deh kita ingat-ingat lagi. Kita lebih milih nonton wayang, reog, atau datang ke konsernya My Chemical Romance?

Kalian pasti bisa menjawab. Mungkin juga ada di antara kita yang ragu mengakui. Padahal sudah sepatutnya kita mantap mencintai negeri ini. Secara, sebagian besar dari kita lahir di Indonesia.

”Dari keluarga asli Indonesia, pastinya aku juga lahir di Indonesia. So, kita kudu cinta nih negeri. Indonesia punya banyak keunikan,” ungkap Lina Agustina, siswa SMAN I Palembang.

Sebenarnya, keraguan kita mencintai budaya Indonesia yang bikin kebudayaan kita dicaplok negara lain tanpa ”perlawanan budaya” berarti. Kita pastinya sebal kan pas tahu negara lain mengklaim punya reog, batik, lagu rakyat, dan tarian daerah.

”Sebagian mungkin karena sikap pemerintah yang kurang memerhatikan kebudayaan dan kesenian yang kita miliki, lalu enggak kepikiran segera mematenkannya,” imbuh Bella, siswa SMAN 10 Palembang.

Hmmm..., lagi-lagi pemerintah yang disalahkan. Coba cek lagi deh. Sebagian lagi sebenarnya tanggung jawab kita sebagai warga negara untuk bangga punya aneka budaya.

Berbagai adat

Indonesia merupakan negara rumpun Melayu. Karena itu, adat istiadat ataupun kebudayaan Indonesia memiliki kesamaan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Namun, Indonesia termasuk negara paling kaya akan keanekaragaman.

Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas budaya masing-masing. Mulai dari tradisi, pakaian adat, rumah adat, kesenian daerah, bahkan bahasa daerahnya pun berbeda-beda.

Misalnya, masyarakat daerah Aceh yang sebagian besar beragama Islam terdiri atas beberapa suku beragam, antara lain suku Aceh, Tamiang, Simeulue, Gayo, Aneuk, Jamee, dan suku Alas. Tentu saja jenis bahasa yang mereka gunakan juga berbeda-beda.

Begitu pula dengan masyarakat Batak yang terdiri dari beberapa subsuku, seperti Batak Mandailing (bermarga Harahap dan Nasution), Batak Toba (bermarga Simanjuntak, Sitompul, Hutabarat, Simatupang, Pasaribu, dan Hutahuruk), Batak Karo (bermarga Sembiring, Ginting, Perangin-Angin, Bangun, dan Kaban), Batak Simalungun (bermarga Damanik, Purba, Saragih, dan Sinaga).

Berbeda pula dengan masyarakat Jawa. Mereka menggunakan bahasa Jawa. Rumah adatnya ditentukan bentuk atapnya, seperti joglo, limasan, tajuk, sinom, dan dara. Beberapa kesenian Jawa antara lain, tari aplang serta lagu daerah Gundul Pacul dan Suwe Ora Jamu. Oh ya, reog Ponorogo juga merupakan kesenian Jawa, loh.

Sekarang kita beralih ke Bali. Masyarakat Bali terbagi dua, yaitu Bali Agi dan Bali Majapahit. Susunan pemerintahan desa asli Bali disebut Banjar. Bali punya tarian seperti tari kecak dan pendet. Mereka juga punya tradisi ngaben.

Kita juga kudu mengenal masyarakat dari daerah timur Indonesia, seperti masyarakat daerah Irian Jaya (Papua). Masyarakat Papua terdiri dari suku Asmat, Biak, Dani, Sentani, dan Mimika. Kesenian daerah yang terkenal salah satunya tari gaume, sedangkan lagu daerah yang paling populer dari Irian Jaya adalah Yamko Rambe Yamko dan Apuse. Kamu tahu kan?

Selain beberapa komunitas masyarakat yang disebutkan itu, masih banyak komunitas masyarakat lain seperti masyarakat Toraja, Ambon, Dayak, Mentawai, dan Minangkabau.

Visit Musi 2008

Nah, sekarang kita ngomongin provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) nih. Sumsel dikenal dengan sebutan Bumi Sriwijaya karena wilayah ini pada abad 7-12 Masehi merupakan pusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia. Pengaruhnya sampai ke Formosa dan China di Asia serta Madagaskar di Afrika.

Di samping itu guys, Sumsel sering pula disebut sebagai Daerah Batang Hari Sembilan. Sebab, di kawasan ini terdapat 9 sungai besar yang dapat dilayari sampai jauh ke hulu, yakni Sungai Musi, Ogan, Komering, Lematang, Lakitan, Kelingi, Rawas, Batanghari Leko, dan Lalan serta puluhan lagi cabang-cabangnya.

Masyarakat di Sumsel terdiri dari berbagai suku seperti suku Palembang, Komering, Pasemah, Rejang, Ranau, Kubu, Semendo, Gumay, Lintang, Meranjat, Kayuagung, Kisam, Ogan, dan Musi Rawas.

Semua suku ini hidup berdampingan dan saling membaur dengan suku-suku pendatang termasuk orang asing. Setiap suku memiliki adat-istiadat dan tradisi sendiri yang acapkali tercermin dalam upacara perkawinan dan peristiwa penting suatu suku.

Palembang sebagai ibu kota Sumsel memiliki berbagai macam kebudayaan yang sampai sekarang masih dipegang erat masyarakat setempat. Salah satu kesenian yang paling terkenal adalah lagu sekaligus tarian Gending Sriwijaya yang menceritakan kejayaan kerajaan Sriwijaya.

Tari gending Sriwijaya biasanya dipersembahkan untuk menyambut tamu-tamu agung. Demikian pula rumah tradisional limas yang merupakan perpaduan arsitektur bangunan Hindu, Buddha, Islam, dan rumah tradisional penduduk. Kentalnya pengaruh China dalam seni ukir sudah dominan sejak masa Kerajaan Sriwijaya.

Visit Musi 2008 merupakan program yang dicanangkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk kembali mengenalkan kebudayaan Palembang di mata Internasional.

Visit Musi 2008 secara resmi diluncurkan tanggal 5 Januari 2008 tepat pukul 20.30 dan dihadiri Menko Kesra Aburizal Bakrie, Mensesneg Hatta Radjasa, dan Menbudpar Jero Wacik.

Dengan diadakannya Visit Musi 2008 ini, diharapkan ada penambahan kunjungan wisatawan. Jika pada tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 670.000, pada 2008 ini diharapkan dapat menjaring 1,6 juta wisatawan.


***

Kita Bisa...

Kalau mau dikorek lagi, pasti masih banyak keanekaragaman unik yang terkandung di Indonesia. Jadi, untuk apa kita berbangga-bangga dengan kebudayaan negara lain? Seharusnya kita yang membanggakan Indonesia dengan berbagai keanekaragamannya itu.

Apa sih yang harus dilakukan untuk menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia?

It’s easy! Bagi kita-kita yang merasa sanggup untuk berorganisasi, kita bisa menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia dengan membentuk organisasi yang fokus pada kebudayaan Indonesia.

Enggak usah muluk-muluk deh. Kalo perlu, organisasi tersebut juga ikut membantu mengusulkan untuk segera mematenkan kebudayaan yang ada. Eits, tapi ingat, organisasi kita itu enggak boleh mengandung unsur sara (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Hal gampang lain yang bisa kita kerjakan dalam rangka menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia ialah tidak meninggalkan kebudayaan kita dan merasa bangga memilikinya. Kita bisa mempelajari dan memahami budaya tersebut agar tetap lestari.

Kalian ingat enggak semboyan Visit Indonesia Year 2008? ”Kenali Negerimu, Cintai Negerimu”. Kata-kata itu bisa kita jadikan acuan dalam menjaga kelestarian kebudayaan Indonesia.

Nah, buat kalian yang merasa soulmate-nya Indonesia, tetaplah cintai negeri ini. Bagi yang masih keukeuh untuk ragu mencintai Indonesia, its okay. Thats all up to you. Siapa juga sih yang bisa maksain kehendak orang lain kalau bukan dari dalam dirinya sendiri?

(Tim SMAN 10 PALEMBANG, XI IPA 2 Anggi Martisa, Asmaniar, Dian Amerta, Ulfa Novrita, Valendea Noor Amalia, Widya Oktami)

Sumber: Kompas, Jumat, 14 Maret 2008

No comments: