-- F Rahardi
SABAN menelepon ke sebuah lembaga, terutama lembaga besar, saya selalu mendapat pertanyaan: ”Dari mana?” Saya jawab saja dengan ”F Rahardi”, bukan lokasi saya menelepon, meski saya tahu yang dibutuhkannya adalah nama lembaga saya. Pernah suatu kali saya akan bertemu dengan Sapardi Djoko Damono di kantor Pascasarjana UI. Pertanyaan penjaga kantor di sana: ”Dari mana, Pak?” Saya menjawab sesopan mungkin: ”Dari rumah!” Petugas itu kaget. Untuk menutupi kekagetannya, dia bertanya lebih lanjut: ”Rumahnya di mana, Pak?” Saya jawab: ”Di Cimanggis sini.”
Dari mana adalah pertanyaan yang harus dijawab dengan menyebutkan keterangan tempat. Bisa dari rumah, dari kantor, dari jalan, dari hutan, dari kebun, dan seterusnya. Meski begitu, alangkah lucu apabila pertanyaan dari telepon seberang, dan itu telepon sebuah kantor besar, kita jawab dengan: ”Dari rumah.” Meskipun jawaban itu benar. Misalnya saya menelepon ke kantor Pusat Bahasa dan mendapat pertanyaan: ”Dari mana, Pak?” Kemudian saya jawab: ”Dari pasar, Mbak!” Meskipun saat itu saya benar-benar sedang berada di pasar dan menelepon dengan telepon seluler, jawaban saya itu pasti akan dianggap main-main.
Atau, untuk menakut-nakuti penerima telepon di seberang, saya bisa saja datang ke Markas Besar TNI di Cilangkap, masuk ke tempat parkir, kemudian dari sana saya menelepon sebuah lembaga. Hampir pasti pertanyaannya adalah: ”Dari mana, Pak?” Lalu saya akan menjawab dengan suara berat dan setegas mungkin: ”Dari Mabes TNI di Cilangkap!” Saya yakin, penerima telepon di seberang sana akan segera melayani permintaan saya dan langsung menyambungkan ke atasannya. Saya tidak berbohong sebab pertanyaan dari mana, saya jawab dari Mabes TNI di Cilangkap. Kalau dia bertanya lebih lanjut, baru saya akan menjawab: ”Dari tempat parkir!”
Ada pergeseran makna pertanyaan dari mana yang secara umum menuntut jawaban berupa nama sebuah lembaga. Hingga ketika saya menjawab ”dari Mabes TNI di Cilangkap”, maka si penerima telepon membayangkan bahwa telepon itu berasal dari sebuah lembaga bernama Mabes TNI. Padahal, jawaban saya menjelaskan keberadaan saya: di Cilangkap, lebih tegasnya lagi di Mabes TNI. Saya bukan karyawan, apalagi pemimpin di lembaga itu, tetapi jawaban saya akan menimbulkan konotasi bahwa si penerima telepon sedang berhubungan dengan salah satu aparat di Mabes TNI.
Banyak manusia modern yang takut mengatasnamakan dirinya sendiri hingga menyebut nama lembaganya: Setneg, UI, LBH, dan lain-lain. Padahal, yang sedang menelepon manusia? Karena si penerima telepon sudah sangat terbiasa menerima telepon dari lembaga, maka pertanyaan yang diajukan adalah dari mana, bukan dari siapa.
Seharusnya pertanyaan itu berbunyi dari siapa karena yang menelepon pasti seorang manusia. Lembaga adalah kata benda, bukan kata ganti orang. Maka, bila kita akan menanyakan nama lembaga, pertanyaannya bukan dari siapa, melainkan dari apa. atau dari lembaga apa.
Tampaknya dalam kehidupan modern, manusia sebagai individu kurang begitu dihargai dibandingkan dengan lembaganya. Padahal, siapa pun dia, baik tukang sapu maupun satpam, adalah manusia yang punya nama. Untuk menanyakan nama manusia, pertanyaannya adalah siapa, bukan dari mana.
F Rahardi, Sastrawan
Sumber: Kompas, Jumat, 3 September 2010
1 comment:
Itulah kenapa pertanyaan tempat dalam bahasa Inggris lebih rapi, tidak membingungkan. Kita, dalam bahasa Inggris, akan bilang: "Where were you?"
"Where have you been?"
dan
"Where are you from?" atau "Where do you come from?"
Semuanya diucapkan tanpa menciptakan makna ganda.
Post a Comment