Jakarta, Kompas - Program buku murah bisa menjadi kenyataan kalau pemerintah daerah berani berinvestasi sekitar Rp 3 miliar untuk pengadaan mesin cetak. Keluhan soal mahalnya harga buku selama ini antara lain karena besarnya biaya distribusi buku oleh penerbit yang umumnya terpusat di Pulau Jawa.
”Jika ada percetakan di daerah, biaya distribusi bisa ditekan,” kata Direktur Polimedia Bambang Wasito Adi pada jumpa pers Indonesia Book Fair, Selasa (21/9) di Jakarta.
Bambang menjelaskan, saat ini ada sekitar 60 juta siswa dan 12 juta mahasiswa yang selama ini menjadi konsumen buku. Kalau setiap daerah punya mesin cetak, buku-buku keperluan siswa bisa dicetak dengan harga yang lebih murah.
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid mengatakan, jika setiap daerah punya mesin cetak buku, industri perbukuan akan semakin berkembang, penulis akan menjadi lebih banyak. ”Bahkan, kearifan lokal daerah masing-masing bisa dibukukan untuk didokumentasikan dan menjadi pengetahuan,” katanya.
Setia Dharma menyatakan keprihatinannya karena banyaknya generasi muda yang tidak tahu kearifan lokal daerahnya masing-masing. Bahkan, pemahaman terhadap bahasa daerah juga sangat rendah. Ia mencontohkan, dalam salah satu lomba pidato berbahasa Inggris di Sumatera Utara, pesertanya bisa mencapai 250 orang. Namun, saat lomba pidato menggunakan bahasa daerah setempat, yakni Tapanuli, pesertanya hanya tujuh orang. ”Ini sangat memprihatinkan,” ujarnya. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 22 September 2010
No comments:
Post a Comment