Kabanjahe, Kompas - Rumah adat suku Karo di Sumatera Utara sudah banyak yang rusak. Dari lima bangunan yang masih ada, kini hanya dua yang ditinggali. Tiga rumah lainnya sudah dalam kondisi rusak dan tidak ditinggali lagi oleh warga setempat. Dua rumah yang masih dihuni juga hanya menunggu ditinggal para penghuninya.
”Saya belum bisa membeli tanah. Kalau bisa beli tanah, saya pasti pindah,” kata Gundar Sinulingga, salah seorang penghuni rumah adat Karo di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, ketika ditemui Sabtu (4/9) petang. Desa Lingga merupakan desa yang masih mewarisi rumah adat Karo.
Pada zaman dulu, pendirian rumah adat dan pengaturan mereka yang berhak menghuni rumah itu diatur sesuai dengan aturan adat. Jumlah ruangan mencapai empat atau delapan.
Keinginan untuk keluar dari rumah adat juga diungkapkan oleh penghuni lainnya, seperti Dewi Tarigan dan Januarita Sitepu. Mereka akan meninggalkan rumah adat yang sekarang masih ditempati apabila mereka sudah mampu membeli tanah.
Umumnya mereka merasa berumah apabila sudah memiliki tanah dan bangunan tersendiri atau tidak lagi tinggal bersama di dalam rumah adat.
Rumah adat Karo berbentuk rumah panggung dengan ketinggian panggung sekitar 2 meter. Seluruh bangunan terbuat dari kayu dengan atap ijuk. Untuk mengikat kayu dan bambu pada bangunan itu juga digunakan ijuk. Dinding bangunan ini miring ke luar.
Umur persis bangunan ini tidak diketahui, tetapi penduduk memperkirakan 200-300 tahun. Mereka yang tinggal di situ mengaku merupakan generasi keempat dan kelima. Namun, pernyataan ini sulit dikonfirmasi kebenarannya. ”Tiga tahun lalu ijuk diganti karena sudah banyak bocor. Sekarang tak ada lagi yang bocor,” kata Dewi Tarigan. Dua bangunan yang masih ditinggali tampak dicat berwarna-warni dengan ornamen khas Karo.
Tiga bangunan yang rusak tak lagi dicat. Bangunan ini tampak kusam dan kumuh. Sejumlah dinding telah jebol. Warga tidak memedulikan kondisi bangunan itu. Mereka malah mendirikan bangunan yang terbuat dari semen di pinggir bangunan yang hampir rusak. (MAR/MHF)
Sumber: Kompas, Selasa, 7 September 2010
No comments:
Post a Comment