Monday, September 13, 2010

Warisan Dunia: Bangunan Mampu Bangkitkan Nasionalisme

Poznan, Kompas - Warisan budaya, seperti bangunan tua di sejumlah kota, tak hanya dapat menjadi obyek wisata. Bangunan juga merupakan saksi kunci perjalanan kota itu dan sejarah manusia di dalamnya. Bahkan, bangunan tua juga dapat menjadi sarana membangun solidaritas, identitas, dan kebanggaan nasional.

Demikian terungkap dalam Pertemuan Para Menteri Kebudayaan Asia dan Eropa (Asia-Europe Culture Minister Meeting/ASEM) keempat di Poznan, Polandia, 9-10 September 2010.

Pertemuan ini dihadiri perwakilan dari sekitar 40 negara di Asia dan Eropa. Delegasi Indonesia dipimpin Sekretaris Jenderal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Wardiyatmo.

Karena banyaknya manfaat bangunan tua, bangunan tua harus dilestarikan. Namun, upaya ini sering kali harus berhadapan dengan kepentingan lain, seperti modernisasi dan ekonomi. ”Penyelamatan bangunan tua hakikatnya merupakan gerakan sosial. Untuk itu harus dilakukan menyeluruh dan terencana. Kunci keberhasilan adalah adanya dukungan dari masyarakat di dalamnya,” ujar Laretna T Adishakti, penggiat gerakan konservasi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, saat menyampaikan makalah berjudul ”Manajemen Kota Bersejarah” pada acara itu.

Junus Satrio Atmodjo, Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menuturkan, sekarang sudah terdaftar sekitar 8.000 peninggalan purbakala berupa bangunan dan situs di Indonesia. Peninggalan itu terbagi dalam beberapa kelompok: warisan zaman prasejarah, Hindu-Buddha, Islam, zaman kolonial, hingga zaman modern, seperti monumen nasional. Bangunan itu juga masih ada yang digunakan, misalnya Stasiun Kereta Api Kota, Jakarta. ”Jika dihitung dengan peninggalan lain, seperti patung, jumlah warisan budaya kita bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu. Dalam bidang ini, secara kualitas dan kuantitas, Indonesia yang terkaya di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia, China paling banyak,” kata Junus.

Indonesia tuan rumah

Dalam pertemuan itu disepakati, ASEM V digelar di Yogyakarta pada 2012. Sebagai persiapan pertemuan itu ada pertemuan pendahuluan di Mataram, Lombok, pada 2011.

Hubertus Sadirin, anggota delegasi Indonesia, menuturkan, banyak manfaat yang akan dipetik Indonesia dengan menjadi tuan rumah ASEM. ”Pertemuan itu bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kerja sama, khususnya di bidang kebudayaan dengan negara lain. Acara itu dapat menjadi tempat pengakuan serta promosi kebudayaan Indonesia di negara lain,” katanya.

Selain itu, ASEM IV juga menyepakati sejumlah rekomendasi, di antaranya mendorong ratifikasi Konvensi UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB) tentang Perlindungan dan Promosi Keanekaragaman Budaya yang lebih luas—Indonesia telah meratifikasi, juga merekomendasikan upaya lebih intensif di bidang pertukaran dan kerja sama antarbudaya.

Wardiyatmo berharap, berbagai keputusan dan komitmen itu diteruskan melalui berbagai kerja sama bilateral dan multilateral. (M Hernowo, dari Poznan, Polandia)

Sumber: Kompas, Senin, 13 September 2010

No comments: