BOLEH jadi, anak-anak Indonesia dewasa ini lebih mengenal Wonder Woman, Catwoman, dan Superwoman, untuk menyebut sejumlah nama tokoh-tokoh superhero yang datangnya dari Barat sana dari pada mengenal tokoh superhero asli dari Indonesia, seperti Sri Asih dan Sri Dewi, yang dikreasi oleh R.A. Kosasih, atau Santini (Gerdi W.K.), Tira (Nono G.M.), dan Merpati (Hasmi). Tokoh-tokoh superhero yang dikreasi oleh tiga komikus di atas tidak kalah gagah dan bahkan sakti dengan tokoh-tokoh superhero yang datangnya dari Barat.
Sri Asih dan Sri Dewi yang berkostum kemben dengan elemen estetik yang menghias kepala seperti tokoh-tokoh cerita dalam komik pewayangan itu sama gagah dan saktinya dengan Superman. Malahan, Sri Asih dan Sri Dewi tidak punya kelemahan, sebagaimana kesaktian Superman akan lenyap bila dihadapkan pada batu kryptonite yang berasal dari Planet Krypton. Dalam konteks yang demikian, R.A. Kosasih seakan-akan ingin menghadirkan kekuatan nilai-nilai lokal yang tidak kalah dengan nilai-nilai lainnya yang datang dari Barat. Meski pada satu sisi mutu gambar (drawing) yang dikreasi oleh para komikus dari Barat sana lebih unggul, dengan teknik cetak yang lebih canggih.
Tokoh-tokoh superhero perempuan versi Indonesia tersebut, kecuali Merpati, merupakan tokoh-tokoh komik terbitan penerbit komik Maranatha, Jln. Ciateul (Jln. Inggit Garnasih 148 - 150 A) Bandung, yang dikenal secara luas oleh para pembaca komik di Indonesia pada 1970-an hingga awal 1980-an. Pada tahun itu, penerbit komik Maranatha juga bertindak sebagai distributor penjualan komik yang terbit di Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Tokoh superhero dari Yogyakarta yang terkenal pada zamannya adalah Gundala Putera Petir yang dikreasi oleh komikus Harya Suraminata alias Hasmi, yang juga menciptakan tokoh superhero Maza Si Penakluk yang punya anak buah Jin Kartubi yang sakti mandraguna.
Gundala Putera Petir muncul pertamakali pada 1969, lewat lakon Gundala Putera Petir, terbitan Kentjana Agung. Selain itu, Hasmi juga menciptakan tokoh superhero Kalong, Sembrani, dan Merpati yang cantik jelita, yang kemudian menjadi istri Gundala Putera Petir dalam komik yang diberi judul "Pengantin Buat Gundala". Teman Hasmi, Wid N.S., menciptakan tokoh superhero Godam Si Penakluk. Godam dan Gundala kerap hadir dalam komik yang dikreasi oleh Hasmi dan Wid N.S., bahu-membahu menumpas kejahatan di bumi Indonesia. Komik serial Gundala saat ini diterbit-ulang oleh Bumi Langit, Jakarta.
Tokoh komik superhero lainnya yang nyaris sama punya kekuatan seperti Gundala Putera Petir adalah Kapten Halilintar hasil kreasi Jan Mintaraga. Beda antara Gundala dan Kapten Halilintar adalah, Gundala bisa lari kencang secepat kilat, sedangkan Kapten Halilintar bisa terbang. Kapten Halilintar nyaris sama dengan superhero The Almighty Thor dari Amerika Serikat, yakni sama-sama putera kesayangan Dewa Petir, Odin. Semua tokoh komik yang mengagumkan itu kini sulit dicari di pasaran. Begitu pula tokoh-tokoh komik lainnya karya para komikus Indonesia yang berjaya pada 1970-an.
Sama seperti Sri Asih dan Sri Dewi, eksistensi Kapten Bayangan, Gundala, Godam, Kapten Nusantara, Kapten Mar, Tora, Aquanus, dan lain-lain, seakan-akan tenggelam oleh kehadiran tokoh komik atau manga Doraemon hasil kreasi Fujiko F. Fujio, Detektif Conan hasil kreasi Aoyama Gosho, dan Naruto hasil kreasi Masashi Kisimoto, untuk menyebut sejumlah tokoh manga yang datang dari Jepang. Tentu saja masih banyak tokoh-tokoh manga lainnya dari Jepang yang datang ke Indonesia, dan bukan hanya manga-nya saja, tetapi juga berupa film animasi (anime) yang diangkat dari manga-nya.
**
"ERA 1970-an merupakan masa kejayaan komik Indonesia. Memasuki pertengahan 1980-an hingga dewasa ini, boleh dibilang merupakan masa suram komik Indonesia setelah pasar komik tersebut dilibas oleh penerbitan komik Jepang yang terjemahannya terbit di Indonesia," ujar Erlina (74), salah seorang pendiri penerbit komik Maranatha, dalam percakapannya dengan "PR", Senin (23/8/2010) di toko buku komik Maranatha, Jln. Ciateul Bandung.
Sebelum pindah ke Jln. Ciateul, Erlina mengatakan, suaminya, Ko Ciu (Markus Hadi) mulai merintis usaha penerbitan komik pada 1963 ketika masih tinggal di Jln. Kopo Bandung. Saat itu usahanya masih kecil-kecilan. Komik yang diterbitkan sebagian besar berupa komik wayang karya R.A. Kosasih. Pada 1970, mereka pindah ke Jln. Ciateul dengan konsentrasi pada penerbitan komik yang dilakukan secara serius. Sejumlah komikus yang bergabung dengan Maranatha pada saat itu, selain R.A. Kosasih (Sri Dewi, Sri Asih, dan sejumlah komik wayang seperti Mahabaratha, Arjuna Wiwaha, dan Raden Parikesit), Gerdi W.K. (Gina, Santini), dan Nono G.M. (Tira) adalah U`syah (Bambu Kuning), Oerif (Gatot Kaca), Adams (Kapten Bayangan), Kus Bram (Labah-labah Merah), dan sejumlah komikus lainnya seperti Tatang S., Jhoni Andrean, Badra, Widyanoor, Rim, dan Saman.
Pada 1992 penerbitan komik diserahkan kepada Erlina karena Markus Hadi mulai sakit-sakitan. Sejak itu penerbitan komik Maranatha berubah jadi penerbit komik Erlina. Markus Hadi pun meninggal dunia dalam usia 66 tahun, pada 1996. Sejak itu tak ada komik baru yang diterbitkan, selain penerbitan ulang. Itu pun sebagian besar komik wayang.
"Untuk superhero, akan diterbitkan ulang pula. Naskah-naskah itu sudah kami beli pada zamannya. Akan tetapi, dalam penerbitannya yang sekarang berbagi hasil dengan memberikan royalti 10 persen dari hasil penjualan. Dalam satu tahun untuk menjual 1.000 eksemplar saat ini sulitnya bukan main. Dulu tidak sampai satu tahun sudah habis," tutur Erlina.
Meski demikian, Erlina tetap berharap bahwa komik Indonesia bisa bangkit lagi. Terbukanya pasar bebas pada satu sisi bukannya malah menghidupi para komikus Indonesia, tetapi malah membunuh daya kreativitas mereka karena komik yang dikreasi oleh mereka mentok di pasaran. Kalau apa yang diproduksi oleh mereka tidak laku di pasar, yang gulung tikar bukan hanya penerbit, tetapi juga para komikus itu sendiri.
Dalam konteks ini, Erlina bilang, mungkin para komikus harus banting setir dengan menciptakan cerita baru dengan latar belakang yang baru, walau tokoh komik yang mereka buat masih tokoh komik yang lama, atau digarap ulang oleh para komikus dari generasi terkini.
"Saat ini, sebagian besar komikus yang tergabung dengan Maranatha sudah pindah tempat dari Bandung, dan bahkan ada juga yang sudah meninggal dunia. Kejayaan komik Indonesia tinggal kenangan," ujar Erlina.
Ia mengenang kembali usaha penerbitan komik yang dulu dirintis oleh suami itu. Semua bermula dari hobi suaminya mengoleksi sejumlah komik, dan corat-coret bikin komik. "Komik yang dibuat oleh suami saya itu tanpa nama, karena kurang laku," kata Erlina sambil tertawa, mengenang masa lalunya yang indah. (Soni Farid Maulana/"PR")
Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 19 September 2010
No comments:
Post a Comment