-- H. Bambang Eka Wijaya
"WALI Kota Bandar Lampung menerima penghargaan Pelopor PHK dari Menteri Tenaga Kerja!" ujar Umar.
"Apakah sekarang rekor PHK--pemutusan hubungan kerja--juga diberi penghargaan?" sambut Amir.
"Hayo.., terkecoh kan?" timpal Umar. "Bukan PHK pemutusan hubungan kerja, tapi PHK singkatan dari pokoknya harus kerja! Itu istilah kreasi baru Menteri Tenaga Kerja, sebagai nama program mengatasi gelombang besar PHK pemutusan hubungan kerja akibat resesi global!"
"Konyol sekali! PHK itu singkatan standar pemutusan hubungan kerja dalam bahasa Undonesia yang telah dipahami dan menjadi bahasa sehari-hari masyarakat dan istilahnya telah terlembaga dalam bahasa hukum perundang-undangan, dipakai dalam kontrak atau surat perjanjian kerja bersama untuk ribuan buruh dengan perusahaan maupun perorangan! Kenapa istilah yang telah tegas dan jelas maknanya itu harus dikacaukan oleh pejabat pemerintah hanya untuk mengaburkan gejala yang bisa menjadi petunjuk wanprestasi sang pejabat?"
"Bahasa plesetan sekarang kan sudah lazim dalam lawakan, komedi, dan parodi di televisi!" tegas Umar.
"Kalau mau jadi pelawak dengan bahasa plesetan, silakan jadi pelawak di panggung ketoprak, bukan di kursi jabatan menteri!" tegas Amir. "Karena, usaha Babilonisasi, pengacauan istilah bahasa standar, amat berbahaya! Sejarah memberi contoh kisah menara Babilonia, di mana setiap kelompok warga membuat istilah sendiri (prokem) dari bahasa standar mereka, berakibat bahasa kelompok satu dan lainnya saling tak dipahami, menimbulkan konflik sosial berujung perpecahan massif!"
"Contoh mutakhir dalam film Babel yang melukiskan bencana akibat kekacauan bahasa!" timpal Umar. "Turis bule yang kena peluru nyasar penggembala kambing jadi kacau di kawasan konflik Arab akibat tak saling memahami bahasa dengan warga lokal! Di Jepang, generasi tua dan muda saling tak memahami bahasanya, hingga si muda bunuh diri. Di Amerika, majikan Kaukasian saling tak memahami bahasanya dengan pembantu imigran Meksikan, hingga dua anak majikan hilang di savana tempat imigran gelap diburu seperti hewan!"
"Pokoknya, bahasa plesetan domain pelawak dan tempatnya di pentas banyolan!" tegas Amir. "Sedang menteri, apalagi dalam pelaksanaan tugas jabatannya wajib menggunakan istilah bahasa standar! Karena, tugas menteri untuk menciptakan ketertiban dan ikut mencerdaskan bangsa, bukan menciptakan kekacauan dan memperbodoh rakyat!"
"Tapi, kalau tujuannya memang untuk mengacaukan persepsi publik tentang PHK--pemutusan hubungan kerja--yang dewasa ini nyaris setiap hari terjadi, selain diberitakan malah nasib malang buruh kena PHK dijadikan laporan human interest oleh televisi, bagaimana?" tukas Umar.
"Pengacauan persepsi publik itu tugas badan intelijen!" tegas Amir. "Bukan tugas menteri tenaga kerja yang bahasanya harus standar dan lugas, tidak samar dan bermakna ganda yang bisa menyusahkan buruh!" ***
Sumber: Lampung Post, Minggu, 8 Februari 2009
No comments:
Post a Comment