Yogyakarta, Kompas - Model pendidikan humanistik yang dikembangkan almarhum Romo YB Mangunwijaya perlu diperjuangkan agar teraktualisasi dan menjadi roh dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Model tersebut mencakup hampir semua unsur positif humanisme, mulai dari humanisme renaissance sampai humanisme postmodernisme.
Hal itu terungkap dalam diskusi memperingati 10 tahun wafatnya YB Mangunwijaya, bertema ”Reaktualisasi Visi Humanisme Mangunwijaya”, Selasa (10/2) di Yogyakarta.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi A Supratiknya (guru besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), Ahmad Syafii Maarif (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah), Ayu Utami (novelis), dan Eko Prawoto (dosen arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta).
Prakarsa pribadi untuk mewujudkan model pendidikan humanistik Mangunwijaya sangat diharapkan, terutama dari para guru dan pelaku pendidikan.
Menurut Supratiknya, unsur-unsur positif humanisme Mangunwijaya dalam pendidikan tercermin dalam tiga hal. Pertama, pendidikan harus bisa dinikmati semua warga negara dan jangan menjadi pendidikan yang elitis. Kedua, mengutamakan pendidikan iman daripada pendidikan agama di sekolah. Ketiga, metode pendidikan harus mampu menumbuhkan kesadaran tentang multidimensionalitas dan kebhinekaan realitas kehidupan, mampu menumbuhkan kemampuan serta keberanian untuk berpikir kreatif, bersikap terbuka dan toleran, serta berdialog.
”Yang dilawan Romo Mangun adalah model pendidikan elitis. Dalam model pendidikan elitis, tugas sekolah adalah memilah orang sesuai kemampuannya agar bisa diberikan pendidikan sesuai peran atau kelas sosial yang diharapkan mampu dimainkan mulai jenjang sekolah paling rendah sampai tinggi,” katanya. (RWN)
Sumber: Kompas, Rabu, 11 Februari 2009
No comments:
Post a Comment