Sunday, February 22, 2009

Penulis Cilik Adora Svitak: “Karena Waktu Tidak Abadi”

-- Dwin Gideon

Jakarta-Waktu tidak abadi, datang dan segera berlalu. Hingga akhirnya kita tertinggal sendiri, menanggung beban dan deritanya.

Penggalan puisi di atas adalah puisi berjudul “Waktu Tidak Pernah Berakhir” karangan Adora Svitak. Aslinya puisi ini berjudul “Time is Not Eternal”. Syair aslinya pun berbunyi, “Time is not eternal, it’s fleet and shortly gone. And then we’re left all alone, to bear its brunt and brawn.”

Puisi ini menyiratkan satu persoalan yang mendalam di dalam hidup, yaitu waktu. Persoalan yang melibatkan para pemikir, baik yang ilmiah maupun religius, ikut membahasnya.

Waktu memang tak pernah berakhir. Bahkan, puisi yang berjalan di atasnya pun selalu memperkaya diri sejalan dengannya. Penyair datang dan pergi silih berganti. Satu era berganti dengan era yang lain, masa ke masa, gaya-gaya dan aliran pun terus bermetamorfosis.

Namun, adakah yang mengira kalau puisi ini ditulis oleh seorang anak berumur delapan tahun bernama Adora Svitak? Dalam usianya yang sangat muda itu, sudah ada dua buku yang ditulisnya, Dancing Finger dan Flying Fingers. Saat ini ada tiga judul lagi yang sedang dikerjakannya.

Buku tersebut berisi kompilasi tulisan-tulisan Adora. Tidak hanya puisi, namun dia juga memasukkan cerita-cerita pendek ciptaannya.

Penuh fantasi

Tulisan Adora banyak menampilkan fantasi dan keajaiban. Olehnya, kedua imajinasi ini dipadukan dengan fiksi, baik yang digambarkan secara realis maupun kontemporer. “Semuanya itu adalah pengaruh JK Rowling yang telah membuat serial Harry Potter menjadi kelihatan nyata,” katanya menjawab pertanyaan SH melalui wawancara tertulis (20/2).

Selain Rowling, Adora juga mengaku terpengaruh Gloria Whelan dan Ann Rinaldi yang membuatnya sangat tertarik untuk menampilkan cerita-cerita bergaya epos. Ada juga Lois Lowry yang memengaruhinya dalam melihat dunia tempat kita hidup ini secara berbeda.

Untuk penyair, nama-nama seperti Shel Silverstein, Jack Prelutsky, Edna St Vincent-Millay, dan Emily Dickinson banyak memengaruhi puisi-puisi Adora. “Saya menyukai Silverstein dan Prelutsky karena humor yang sering ditampilkan di dalam puisi mereka, sedangkan Edna St Vincent-Millay dan Emily Dickinson adalah karena cara mereka merangkai kata yang menarik di dalam puisinya,” kata Adora.

Para penulis itulah yang memengaruhi Adora di dalam teknik menulisnya. Tidak tanggung-tanggung, Adora mampu membaca 2-3 buku dalam sehari! Hal ini mungkin berbeda dengan beberapa penulis cilik lain, seperti Anne Frank atau Zlaty Filipovic. Beberapa waktu lalu, mereka juga sempat ramai dibicarakan berkat buku yang diangkat dari catatan harian mereka ketika berumur 13 tahun.

Anne Frank menceritakan keseharian keluarga mereka yang hidup menjadi pelarian dari kejaran tentara Nazi. Zlata bercerita tentang kehidupannya di tengah perang yang sedang berkecamuk di Sarajevo, Bosnia.

Dancing Fingers dan Flying Fingers karangan Adora juga sebenarnya menampilkan tulisan-tulisan Adora setiap hari. Dengan gaya buku harian, Adora menceritakan kisah-kisah fantasinya, baik dalam bentuk cerita maupun puisi.

Guru Termuda

Selain membaca, menulis tentu menjadi aktivitasnya yang lain. Dari kedua aktivitas inilah wawasan dan keterampilan Adora berkembang. Selain menyandang predikat penyair cilik, Adora juga sering dijuluki sebagai guru termuda. Dia mengajar baik di kelas maupun di beberapa stasiun televisi.

Di kelas ataupun pada seminar-seminar yang diadakan oleh perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat, termasuk juga di salah satu program acara televisi yang dibawakannya, Adora sering mengajar teknik menulis.

Tidak hanya cerita-cerita penuh fantasinya saja yang dapat mencengangkan publik. Bila dirata-rata, Adora mampu menulis hingga 70 kata per menitnya. Selain itu, Adora juga sering dimintai pendapat tentang cara mendidik dan membesarkan anak. Di dalam situs pribadinya www.adorasvitak.com, Adora membuka layanan interaktif yang bisa diakses oleh anak-anak maupun orang tua.

Adora sepertinya berniat untuk membagikan keterampilan yang dimilikinya melalui media-media yang ada. Dia seolah sadar bahwa waktu memang tak akan abadi. “Waktu tidak abadi dan dia hanya berada di dalam kesadaran kita. Ketika kita menyadari tentang ketidakbaikannya, dia akan membawa kita kepada kehancuran,” kata Adora menutup puisi “Time is Not Eternal”. Dalam bahasa aslinya, “Time is not eternal, and it’s only in our wake. That we realize time’s amoral, it will drive us till we break.” n

Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 21 Februari 2009

No comments: