Jakarta, Kompas - Kamus memang dibutuhkan karena menggambarkan perkembangan kata dan bahasa dalam masyarakat. Akan tetapi, tidak semua kata yang berkembang dalam masyarakat perlu dimasukkan ke dalam kamus, termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa IV. Dengan demikian, kamus tidak menjadi sangat tebal dan mahal harganya.
Demikian diungkapkan guru besar linguistik dari Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Bambang Kaswanti Purwo, pada Bedah KBBI Pusat Bahasa Edisi IV di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (24/2).
Acara yang digelar harian Kompas bersama Forum Bahasa Media Massa (FBMM) dan Kompas Gramedia tersebut menampilkan antara lain Ketua Redaksi Pelaksana KBBI IV Meity Taqdir Qodratillah serta guru SMA Negeri 55 Jakarta, Dumaria, sebagai pembicara, serta dibuka Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono.
Bambang mengakui, kamus memang sebaiknya berisikan kata atau lema yang bersifat lintas ilmu. Akan tetapi, memang tidak semuanya itu dibutuhkan masyarakat sehingga kata yang dimasukkan dalam kamus harus benar-benar terpilih. Dengan demikian, kamus itu memiliki nilai yang tinggi.
”Untuk bidang tertentu, bisa dibuatkan kamus khusus sehingga tipis,” kata Bambang. Harga kamus khusus itu juga lebih terjangkau oleh masyarakat.
Ia juga menambahkan, perubahan kamus sebaiknya tak terlalu cepat dan tidak bergantung kepada pemimpin Pusat Bahasa. Kamus yang berganti atau ada pembaruan kurang dari lima tahun diakui terlampau cepat.
Meity mengakui, KBBI IV yang digarap Pusat Bahasa mencoba menyerap lema atau sublema baru yang selama ini berkembang dalam masyarakat. Karena itu, kamus terbaru itu kini lebih tebal, terdiri atas 90.000 lema. Adapun KBBI III yang diterbitkan tahun 2001 hanya terdiri dari 78.000 lema.
Menurut Meity, Pusat Bahasa juga menyiapkan kamus khusus yang terkait dengan bidang tertentu. Untuk istilah tertentu juga disiapkan kamus istilah. (tra)
Sumber: Kompas, Rabu, 25 Februari 2009
No comments:
Post a Comment