[DEPOK] Bahasa daerah yang menjadi bahasa ibu bagi sebagian warga Indonesia, terancam punah, sehingga perlu perlindungan. Kepunahan bahasa daerah menjadi ancaman hilangnya sebagian budaya dan peradaban.
"Bahasa ibu dengan penutur sedikit cenderung punah. Anak-anak muda meninggalkan bahasa ibunya, dan ini tak lepas dari kuatnya pengaruh globalisasi," ujar Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Dendy Sugono, kepada SP, di sela-sela Rembuk Nasional Pendidikan 2009, di Sawangan, Depok, Jawa Barat, Senin (23/2).
Di Indonesia, menurut catatan Pusat Bahasa, sejumlah bahasa daerah tak lagi digunakan. Sebagai contoh, di Papua terdapat sembilan bahasa yang punah. Sedangkan di Maluku Utara, ada satu bahasa yang punah. "Itu baru di sebagian wilayah timur Indonesia yang kami teliti, belum lagi di kawasan barat dan tengah," ujarnya.
Dia mengatakan, sejak tahun 1974, Pusat Bahasa telah meneliti 442 bahasa daerah. Saat ini masih meneliti lebih dari 300 bahasa daerah. "Seperti di Maluku Utara, Maluku, Irian Jaya Barat, Papua, dan NTT. Target kami lima tahun ke depan, penelitian dan pemetaan bahasa selesai," katanya.
Perlu Diatasi
Saat ini, katanya, Pusat Bahasa sudah membakukan 405.000 istilah dan 91.000 kata umum yang merupakan penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Persoalan bahasa yang hampir punah itu, harus diatasi dengan meningkatkan peran bahasa daerah di masyarakat, terutama di kalangan penuturnya. "Perlu penelitian dan upaya pengembalian bahasa itu, jika masih punya peran di masyarakat penuturnya," ujarnya.
Kepunahan bahasa, katanya, berarti hilangnya sebagian kebudayaan dan nilai serta kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Hilangnya kemampuan bertutur dalam bahasa ibu juga akan mempengaruhi pengajaran membaca dan menulis.
Dendy menjelaskan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan kelembagaan Pusat Bahasa di delapan daerah untuk melakukan penelitian dalam rangka mengantisipasi kepunahan bahasa daerah. Kedelapan daerah itu antara lain Provinsi Bangka Belitung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Banten, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Gorontalo.
Pada sisi lain, Dendy menuturkan, penggunaan bahasa Indonesia saat ini mulai tergeser oleh bahasa asing. Kondisi itu menunjukkan, kedudukan dan fungsi ketiga bahasa itu (bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing) belum mantap dalam tata kehidupan masyarakat, terutama setelah reformasi tahun 1998 lalu. [W-12]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 24 Februari 2009
No comments:
Post a Comment