JAKARTA, KOMPAS - Walaupun ada 12 undang-undang yang bisa menjerat dan memberikan sanksi berat kepada wartawan, pers harus punya keberanian menghadapi tuntutan hukum. Sebab, tidak mungkin pers kebal dari hukum. Namun, Dewan Pers akan terus membicarakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers kepada pihak penegak hukum, termasuk ke Mahkamah Konstitusi.
Tokoh pers nasional, Atmakusumah Astraatmadja, mengatakan hal itu pada diskusi dalam acara peluncuran dua bukunya, yaitu Tuntutan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi dan Menjaga Kebebasan Pers: 70 Tahun Atmakusumah Astraatmadja (Editor Lukas Luwarso), Rabu (24/2) di Jakarta.
”Pers harus diberi kebebasan seluas mungkin. Jika ada pekerja pers yang tersangkut masalah etika, ia akan berurusan dengan Dewan Pers. Adapun jika tersangkut masalah hukum, pers harus berani menghadapi tuntutan hukum,” kata Atmakusumah.
Peluncuran buku ditandai dengan penyerahan buku kepada sang istri, Sri Rumiati Atmakusumah, yang banyak membantu dalam proses pengetikan draf dan indeks buku, serta kepada tokoh yang dinilai kontroversial, Mayor Jenderal TNI (Purn) Abdul Muhyi Effendie, yang pernah mengeluarkan Maklumat Gubernur Maluku Utara selaku Penguasa Darurat Sipil, tahun 2001; dan kepada Dja’far Husein Assegaf, teman di Koran Indonesia Raya, yang selalu berseberangan.
Dalam diskusi tersebut dihadiri oleh David T Hill, dosen kajian Asia Tenggara di Australia; dan Hendry Sugianto, penasihat ahli Menteri Komunikasi dan Informatika. Budayawan Goenawan Mohammad yang dijadwalkan hadir dalam diskusi itu kemarin tidak datang.
Atmakusumah mengatakan bahwa buku Tuntutan Zaman Kebebasan Pers dan Ekspresi merupakan lanjutan dari buku yang ditulis sebelumnya, yaitu Kebebasan Pers dan Arus Informasi di Indonesia yang diterbitkan Lembaga Studi Pembangunan tahun 1981.
”Buku ini diharapkan bukan hanya bisa membantu memberi gambaran tentang alam pikiran para perumus UU Pers 1999, tetapi juga mengungkapkan perjalanan kehidupan pers kita sebelum dan pada masa reformasi,” katanya. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 25 Februari 2009
No comments:
Post a Comment