[JAKARTA] Dewan Juri Festival Teater Jakarta (FTJ) 2007 prihatin terhadap pelaksanaan FTJ tahun ini karena miskin naskah asli. Naskah teater yang masuk lebih berorientasi ke Barat. Hal ini disebabkan pengetahuan yang kurang tentang teater Indonesia.
Sampek dan Engtay merantau ke Betawi yang merupakan adegan dari pementasan Teater Koma bertajuk "Sampek Engtay 2005" dipentaskan 2006. Produksi ke-109 Teater Koma ini dimainkan oleh generasi muda angkatan X kelompok ini. (sp/Alex Suban)
Putu Wijaya dari Dewan Juri FTJ 2007 mengutarakan hal itu ketika memberi keterangan FTJ 2007 bertema "Realitas dan Panggung Teater" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Selasa (18/12), di Jakarta. FTJ akan berlangsung mulai 20 Desember sampai 31 Desember 2007.
Menurut dia, sekalipun naskah yang masuk lebih berorientasi ke Barat, namun dewan juri tidak bisa melarang. Namun, situasi ini merupakan kemunduran dunia teater di Indonesia. Putu setuju jika naskah berorientasi barat itu untuk pembelajaran. Dia mengkhawatirkan bila naskah berorientasi barat itu menjadi pelarian dunia teater Indonesia. Menurutnya, cerita asli lebih sulit dipentaskan karena naskah asli tidak bisa salah.
Penonton sekarang, ujarnya, lebih kritis dan mengetahui letak kesalahan yang dibuat jika ada adegan yang tidak sesuai dengan naskah asli. Dari 18 finalis yang tampil di FTJ 2007 hanya dua peserta yang menggunakan naskah asli. Putu berharap tema yang dibahas di FTJ bukan hanya sekadar tema tulisan. Dia ingin "jiwa" teater Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan kreativitas penulisan naskah. Putu mengusulkan tema yang akan ditentukan tahun depan harus diumumkan jauh-jauh hari sebelum hari "H".
Dalam memberi keterangan pada wartawan, dia juga mengatakan, harus dilakukan perbaikan dengan menyertakan peserta dari luar wilayah Jakarta dalam pelaksanaan FTJ tahun depan. Selain itu, penghargaan untuk peran pemain pembantu tetap harus dipikirkan. Putu menambahkan, dia ingin ajang FTJ menembus nasional bahkan internasional.
Membaca Realitas
Di tempat yang sama, Penanggung Jawab Dewan Kesenian Jakarta, Muhammad Abdul Azis mengemukakan, program yang sudah diselenggarakan beberapa kali ini harus lebih maju dibanding pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Dia ingin FTJ bukan hanya sekadar kegiatan belaka dan berharap peserta FTJ mampu membaca realitas yang berkembang di tengah masyarakat saat ini. Pengembangan realitas ke dalam pentas teater sangat diperlukan agar para peserta dapat belajar banyak dari ajang kompetisi seperti ini.
Ketua Steering Committee FTJ 2007, Dewi Noviami melihat realitas persoalan Indonesia pada umumnya, dan Jakarta pada khususnya sudah jadi topik pembahasan sehari-hari. Saran maupun kritik datang bertubi-tubi, akan tetapi persoalan Jakarta semakin menumpuk. Disebutkan, Jakarta rawan banjir dan kemacetan. Sementara, Indonesia dipenuhi bahaya laten koruptor yang belum terkikis sampai ke akar- akarnya.
Tahun ini, karya para finalis akan dinilai oleh dewan juri yang beranggotakan lima orang, yakni Putu wijaya, Danarto, Radar Pancana, Seno dari majalah Tempo, dan Jajang Pamuncak. Hadiah akan diberikan pada tujuh kategori pemenang, yaitu grup, sutradara, aktor, aktris, penata artistik, penata musik, dan naskah terbaik. FTJ 2007 kali ini juga akan memilih grup terpujikan dan grup favorit selain grup terbaik. Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Arswendy Nasution menambahkan, FTJ 2007 dipersembahkan untuk mendiang almarhum Wahyu Sihombing. Almarhum terkenal sebagai sutradara teater dan film serta penggagas dan pembina FTJ yang telah berlangsung selama 34 tahun.
Selain pengumuman pemenang pada penutupan FTJ, 31 Desember, acara tersebut juga dimeriahkan pertunjukan teater tutur dari PM Toh, Sahibul Hikayat dan Jogja Hip Hop Foundation. [HST/N-4]
Sumber: Suara Pembaruan, Rabu, 19 Desember 2007
No comments:
Post a Comment