Magelang, Kompas - Kendatipun sudah menyatakan diri bebas buta huruf, bangsa Indonesia belum berada dalam kondisi bebas membaca. Hal ini diperlihatkan oleh belum adanya kesempatan membaca seluas-luasnya bagi seluruh lapisan masyarakat.
Demikian diungkapkan oleh budayawan Remy Silado dalam acara Poros Budaya Magelang- Manado, yang digelar di sebuah Studio Seni Rupa PAW di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (8/12).
Remy mencontohkan, kesempatan membaca itu tidak diberikan di tempat-tempat yang menjadi fasilitas publik. "Di ruang tunggu dokter, misalnya, pasien yang mengantre giliran biasanya hanya akan diberi fasilitas berupa tontonan televisi dan bukan sebuah ruang baca," ujarnya.
Selain itu, tidak adanya kesempatan untuk membaca ini juga ditunjukkan oleh sikap penerbit yang lebih sering mengedepankan unsur profit ketika hendak mencetak buku. Dengan perilaku ini, menurut dia, karya sastra semacam puisi biasanya sulit sekali untuk diterima dan dicetak oleh penerbit.
Kondisi ini, menurut Remy Silado, membuat perkembangan sastra di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain, seperti Rusia.
Reiner Emyet Ointoe, sastrawan sekaligus dosen di Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi Manado, mengatakan, kurikulum pengajaran sastra saat ini cenderung menjebak mahasiswa dan pelajar sehingga pada akhirnya mereka pun tidak bisa mengapresiasi sebuah karya sastra dengan baik.
"Dalam beberapa skripsi yang saya baca, ini terlihat dari tulisan mahasiswa tentang apresiasi sastra yang cenderung strukturalis. Apresiasi tersebut mereka susun seolah-olah seperti sebuah laporan penelitian atau praktikum," ujarnya.
Dorothea Rosa Herliany, sastrawan asal Magelang, mengatakan, dengan kurikulum yang menjebak itu, setiap guru dituntut untuk kreatif dalam mengajarkan karya sastra. Dalam memberi tugas, guru pun harus meminta murid untuk mengapresiasi karya sastra dari sastrawan yang masih hidup dan bukan dari pujangga masa lalu yang sudah lama meninggal. "Dengan begitu, para siswa pun akan tertantang," ujarnya. (EGI)
Sumber: Kompas, Senin, 10 Desember 2007
No comments:
Post a Comment