Bandung, Kompas - Meskipun isu klaim seni budaya yang dilakukan Malaysia pada Indonesia membuat "panas" bangsa Indonesia, hingga kini warga Malaysia tak gentar dan terus datang ke Indonesia untuk belajar kesenian. Malaysia juga aktif mengundang guru seni dari Indonesia ke Malaysia.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 10, yang dulu dikenal sebagai Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Bandung, sejak dua bulan lalu hingga pertengahan Desember didatangi sekitar 20 guru dan pejabat Pemerintah Malaysia. Kedatangan mereka untuk mengadopsi kurikulum pendidikan seni budaya di SMKN 10. Itu karena tahun ini Malaysia baru saja membuka dua sekolah menengah bidang seni di Sarawak dan Johor.
"Waktu mereka datang dan menawarkan kerja sama, kami sudah punya strategi. Para guru SMKN 10 juga punya nasionalisme dan tidak ingin memberikan peluang kepada negara lain mencuri seni budaya daerah-daerah di Indonesia," kata Nana Munajat Dahlan, guru bidang Tari serta Metodologi Kepelatihan dan Penulisan Karya Seni, di Bandung, akhir pekan lalu. Nana juga pernah melatih penari di Brunei Darussalam.
Strategi yang dilakukan menghadapi tamu-tamu dari Malaysia, kata Nana, adalah memberikan penjelasan bahwa klaim seni budaya yang terjadi bukan semata masalah hukum. Pengklaiman seni budaya bangsa lain juga bisa berpengaruh negatif terhadap citra negara karena ada etika berkesenian yang dilanggar.
"Kami setuju jika mereka mengundang kami mengajar, tetapi yang kami ajarkan bukan kesenian daerah Indonesia. Tetapi membantu mereka memperbaiki dan mengembangkan kesenian asli masyarakat Melayu di Malaysia," kata Nana. Kerja sama tersebut akan dimulai tahun 2008 dalam bentuk silang guru. Guru yang mengajar di Malaysia akan diberi uang tiket, akomodasi, dan uang saku.
Dosen Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung Nanu Muda mengatakan, Malaysia sudah gencar menyekolahkan guru dan pelajar ke beberapa negara untuk menekuni kesenian sejak 1990-an.
Malaysia juga memerhatikan kesejahteraan para senimannya. "Teman-teman saya ada yang mengajar di Malaysia dan negara-negara lain. Dari mengajar dan pentas saja gaji mereka bisa melebihi gaji profesor di Indonesia," ujar Nanu.
Arthur S Nalan, Ketua STSI Bandung, mengatakan, fasilitas berkesenian di kampusnya sudah memadai. Perhatian pemerintah pun makin membaik. Dana dari Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan untuk penelitian, hibah bersaing, dan sarana prasarana kampus terus diberikan. (YNT)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 Desember 2007
No comments:
Post a Comment