Jakarta, Kompas - Sutardji Calzoum Bachri menerima penghargaan Akademi Jakarta atas pencapaian dan pengabdiannya dalam bidang sastra. Pemberian penghargaan bagi seniman dan budayawan ini berlangsung di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki Jakarta, Senin (10/12).
Menurut ketua tim penilai, Remy Sylado, kecerdasaan Sutardji untuk membebaskan diri dalam berbahasa merupakan alasan bagi tim penilai untuk memilihnya. Kebebasan berbahasa itu membuat Sutardji menjadi penyair yang mampu menunjukkan gaya bersastra atau isyarat baru dalam sejarah seni kontemporer Indonesia.
Dalam karya-karyanya, Sutardji sering menggunakan kata-kata yang tidak bermakna leksikal. Misalnya, sajak berjudul "Tragedi Winka dan Sihka", Sutardji menuliskan kata-kata tanpa arti leksikal dengan mengutak-atik kata "kawin" dan "kasih" menjadi "winka" dan "sihka".
Penyair kelahiran Riau tahun 1941 ini berhasil menyingkirkan calon lainnya, seperti Taufiq Ismail, Darmanto Yatman, dan Putu Wijaya. Ia pun menjadi penerima penghargaan yang ke-10 sejak penghargaan pertama diberikan pada 1975.
Penyair yang sukses dengan kumpulan puisi O, Amuk, Kapak (1981) ini telah meraih beberapa penghargaan, seperti South East Asia Award (1979), Anugerah Sastra Chairil Anwar (1998), dan Penghargaan Mastera (2006).
Dalam acara yang sama, Akademi Jakarta (AJ) juga memberikan penghormatan berupa gelar "Pemancang Tonggak Peradaban dan Martabat Bangsa" kepada Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta. Ali Sadikin dinilai berjasa dalam membangun perkembangan seni dan budaya di Jakarta.
Penyair WS Rendra mengatakan, Ali Sadikin ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta (1966-1977) menyadari pentingnya membangun kebudayaan. Salah satu wujudnya adalah pembangunan Taman Ismail Marzuki di Jalan Cikini.
"Tidak hanya itu, Ali Sadikin juga melindungi kedaulatan lembaga kesenian dan kebudayaan di tengah situasi sosial politik yang membahayakan," lanjut penyair WS Rendra. (A04)
Sumber: Kompas, Selasa, 11 Desember 2007
No comments:
Post a Comment