JAKARTA (Media): Pemerintah diminta tidak terlena oleh kesibukan pembangunan ekonomi dan lantas mengabaikan pengelolaan nilai-nilai kebudayaan sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
Pasalnya, jika itu terus berlanjut, fondasi pelestarian kekayaan budaya bangsa akan terus digerogoti segala klaim dari negara atau bangsa lain terhadap kebudayaan bangsa Indonesia.
"Itu terlihat pada tahun ini, Malaysia mengklaim salah satu lagu dan budaya bangsa Indonesia, reog. Ini terjadi karena bangsa ini telah terlena oleh pembangunan," ujar Al Azhar, peneliti dari Pusat Pengkajian Kebudayaan dan Kemasyarakatan (P2KK) Universitas Riau, pada dialog budaya bertajuk Wajah Indonesia 2010 di Hotel Millennium, Jakarta, kemarin.
Hadir pula dalam dialog yang terbagi dua sesi ini, budayawan Arswendo Atmowiloto, Frans Parera sebagai moderator, budayawan Romo Mudji Sutrisno, Direktur Utama Trans TV Ishadi SK, dan Deputi Pemberitaan Media Indonesia Djajat Sudradjat sebagai moderator.
Menurut Al Azhar, terlenanya pemerintah oleh kesibukan sisi pembangunan itu mulai tampak ketika warisan kebudayaan diberi ruang sempit dari sisi pengelolaan. "Kita bisa contohkan seberapa serius pemerintah dalam mengelola museum dan pusat warisan budaya," ujar Al Azhar kepada Media Indonesia seusai sesi dialog.
Hal itu, menurut Al Azhar, berbeda dengan pemerintah Malaysia yang memberikan perhatian penuh pada pelestarian aset budaya bangsa, dengan pendekatan industrialisasi pada produk-produk budaya. Malaysia tidak sebatas pada industrialisasi yang mengarah kepada mesin-mesin.
"Di Indonesia, misalnya Balai Pustaka sebagai penerbit yang dahulu jaya kini menjadi keropos. Beda dengan Dewan Bahasa dan Pustaka (yang sebenarnya meniru model Balai Pustaka) milik Malaysia, yang kini menjadi pusat penerbitan industri buku-buku berkualitas," ujar Al Azhar.
Sebab itu, kata Al Azhar, agar warisan kebudayaan bangsa Indonesia tidak semakin tergerus oleh bangsa lain, solusi yang harus dilakukan pemerintah pada tahun-tahun mendatang adalah mempromosikan produk-produk budaya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
"Dan, yang paling penting juga adalah harus ada diskusi intensif antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia, khususnya membahas, sepanjang apa batasan-batasan budaya tersebut dapat masuk dunia industri," ujar Al Azhar.
Pasalnya, kata Al Azhar, selama ini pemerintah Malaysia telah diuntungkan dari sisi industri dengan mengomoditaskan kebudayaan dan aset budaya bangsa Indonesia.
"Jika aset budaya bangsa itu digunakan untuk bahan pembelajaran, tidak masalah. Tetapi, kalau sudah menjadi komoditas industrialisasi, itu perlu kita protes," ujarnya.
Sependapat dengan Al Azhar, budayawan Arswendo Atmowiloto juga meminta agar pemerintah dapat berpromosi lebih gencar pada 2008 dan tahun-tahun mendatang dalam mempromosikan warisan budaya bangsa Indonesia yang mulai terpinggirkan.
"Jangan nanti, kalau negara atau bangsa lain mengklaim, baru kita bergerak. Justru itu, dari sekarang, pelestarian budaya, dari yang lama hingga saat ini, harus benar-benar dilindungi dan dikelola secara profesional," ujar Arswendo. (Dik/H-2)
Sumber: Media Indonesia, Kamis, 13 Desember 2007
No comments:
Post a Comment