Tuesday, December 04, 2007

Habibie Award: Budaya Baca dan Menulis Turun Drastis

Jakarta, Kompas - Budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia sekarang jauh menurun jika dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda. Keadaan ini, antara lain, disebabkan oleh orientasi pembangunan pemerintah yang terlalu bersifat materialistis.

Demikian disampaikan penyair Taufik Ismail di Kantor Habibie Center, Jakarta, Senin (3/12). Berkat usahanya menumbuhkan minat baca dan menulis di kalangan pelajar sejak beberapa tahun terakhir, tahun 2007 ini Taufik mendapat anugerah Habibie Award untuk bidang budaya.

Selain Taufik, Habibie Award 2007 juga diberikan kepada Sri Widiyantoro dari bidang ilmu dasar, Elin Yulinah Sukandar untuk bidang ilmu kedokteran dan bioteknologi, serta Rosihan Anwar untuk bidang sosial.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan SDM-Iptek Habibie Center Wardiman Djojonegoro menuturkan, pemenang Habibie Award akan memperoleh medali, piagam penghargaan, dan uang 25.000 dollar AS. Penghargaan itu akan diserahkan pada 6 Desember mendatang.

Menurut Taufik, siswa setingkat SMA di masa penjajahan Belanda, selama tiga tahun sekolahnya, wajib membuat 106 tulisan dan membaca 25 buku sastra yang terdiri atas empat bahasa yaitu bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Perancis. "Sekarang anak SMA rata-rata hanya membuat satu tulisan dalam satu tahun. Memprihatinkan sekali," kata Taufik Ismail.

Pembangunan fisik


Anjloknya budaya baca dan tulis ini, lanjut Taufik, mulai terjadi ketika pemerintah cenderung memprioritaskan pembangunan fisik. Akibatnya, bacaan sastra dianggap tidak penting.

"Padahal, membaca dan menulis tidak hanya menambah pengetahuan. Namun, juga menumbuhkan rasa kemanusiaan dan logika," ujarnya.

Sementara itu, Elin Yulinah, pengajar pada Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung, mendapat Habibie Award berkat penelitiannya mengombinasikan jahe-mengkudu sebagai antituberkulosis atau anti-TBC.

Penemuan yang sekarang dalam proses dipatenkan ini menjadi penting karena sekarang Indonesia menduduki peringkat tiga terbesar dalam jumlah penderita TBC setelah China dan India. "Data WHO, setiap tahun ada 175.000 orang Indonesia yang meninggal karena penyakit itu," kata Elin.

Salah satu masalah dalam pengobatan TBC, kata Elin, lamanya waktu yang dibutuhkan, yaitu sekitar enam bulan. Namun, dengan kombinasi jahe-mengkudu, waktu pengobatan dapat dipersingkat sekitar dua bulan. (NWO)

Sumber: Kompas, Selasa, 04 Desember 2007

No comments: