-- Mawar Kusuma dan Hariadi Saptono
DI rumah dinasnya, Bulaksumur F-9, kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 1998, ia menghadirkan Michael Angelo.
Saudara tahu, mengapa Michael Angelo abadi? Ia menjadi simbol semangat zaman Italia Tengah, yaitu performance, prestasi," kata sejarawan sepuh Prof Dr A Sartono Kartodirdjo.
"Itulah etos excellence (keunggulan). Maka Michael Angelo selama 17 tahun betah bekerja dengan terlentang," katanya tentang pelukis dan pematung abad pertengahan itu. Ia yang mampu bertahan melukis langit-langit Kapel St Peter’s Basilika Italia dengan terlentang sekian lama.
Guru besar emeritus Fakultas Ilmu Budaya UGM itu, Jumat (7/12) pukul 00.40, meninggal dalam usia 86 tahun di RS Panti Rapih, Yogyakarta. Jenazahnya dimakamkan Sabtu ini di pemakaman keluarga Astana Kadarismanan, Lemah Abang, Ungaran, Jateng, setelah upacara penghormatan terakhir di Balairung UGM pukul 10.00. Setengah tahun terakhir, ia dirawat di kediamannya karena sakit tua.
Fuad Hassan
Kehilangan kita akan ilmuwan generasi pertama Indonesia kian bertambah. Kemarin, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Fuad Hassan (78) juga meninggal dunia di RSCM pukul 15.45 akibat komplikasi beberapa penyakit. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Jalan Brawijaya X/2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Menurut rencana, Fuad Hassan akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pukul 12.30. Ilmuwan bidang psikologi, humanis, dan pencinta seni kelahiran Semarang pada 26 Juni 1929 itu meninggalkan seorang istri, Tjiptaningroem, dua anak, dan enam cucu.
Cerita Michael Angelo di atas bukan elaborasi kronik seni rupa. Sartono tengah menjelaskan lima prinsip berbangsa yang tidak bisa ditawar jika sebuah bangsa ingin mencapai kondisi yang relatif mapan. Ke-5 prinsip itu adalah unity (persatuan dan kesatuan), liberty (kemerdekaan dan kebebasan), equality (persamaan hak), personality (identitas dan kebudayaan), dan performance, yaitu prestasi atau atau etos bangsa.
"Nah bangsa Indonesia sebelum perang sebenarnya memiliki etos nasionalisme ini, yaitu semangat berkorban. Jika kita ingin unggul dalam iptek, maka kebudayaan asketisme (mesu budi) harus dicangkokkan ke kampus dan dipelihara masyarakat," kata sejarawan Indonesia yang dianggap sebagai perintis mazhab historiografi "sejarah lokal", "sejarah dari dalam", dan tinjauan "sejarah dari disiplin ilmu sosial" itu. Disertasinya Pemberontakan Petani Banten yang memperoleh predikat cum laude dari Universitas Amsterdam, Belanda (1966), menjadi referensi gerakan sosial dan petani di Indonesia.
Dalam esai panjangnya, "1984": George Orwell dengan Utopianisme Politiknya (Kompas Minggu 29 Januari 1984), Sartono menerangkan utopia tentang zaman yang kian mengerut akibat kapitalisme, kuatnya cengkeraman "birokratisasi", teknologi yang merajalela, hilangnya ideologi sebagian bangsa, dan totalitarianisme.
Bungsu dari tiga bersaudara putra pegawai Kantor Pos Wonogiri, yang lahir 15 Februari 1921 ini meninggalkan seorang istri, Sri Kadaryati (80), dua putra, tiga cucu, dan satu cicit.
Nilai-nilai kemerdekaan
Keprihatinan ilmuwan ternyata paralel dengan keinginan membela nilai-nilai kemerdekaan dan keadilan. Lalu mempersembahkan syair pujian, ode, bagi nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana ungkapan Fuad Hassan, "Berbagai sengketa yang kita hadapi secara sosial, kolektif, ataupun individual sering kali disebabkan oleh kegagalan kita menerima orang lain sebagai orang lain tanpa mereduksinya," kata Fuad Hassan, April 2006, saat meluncurkan kembali buku (disertasi psikologi), Kita and Kami; The Basic Modes of Togetherness, di Jakarta.
Tak hanya dikenal sebagai mantan menteri dan dosen, Fuad Hassan adalah juga salah satu dosen favorit di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Sebagai psikolog, ia dikenal punya kejelian melihat fenomena sosial, pemain biola, dan dikenal sebagai pendukung kalangan perupa.
Eks muridnya, guru besar psikologi UI, Sarlito Wirawan, mengatakan, gurunya adalah hasil gemblengan Prof Slamet Iman Santoso (almarhum) di Fakultas Psikologi UI. Di sanalah tokoh pendidikan itu menurunkan ilmunya kepada Fuad Hassan yang kemudian produktif sebagai penulis dan penerjemah. Setidaknya 13 buku karyanya diterbitkan, mulai dari terjemahan cerita pendek, buku psikologi, hingga filsafat. (GSA/ELN/A02)
Sumber: Kompas, Sabtu, 08 Desember 2007
No comments:
Post a Comment