JAKARTA, KOMPAS - Buku Arsitektur Kota-Jawa: Kosmos, Kultur & Kuasa yang ditulis Jo Santoso, ahli perencanaan kota yang kini Ketua Graduate Program in Urban Planning di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Selasa (17/3) malam di Bentara Budaya Jakarta, dibedah serius.
Buku Jo dinilai serius dan menarik karena melacak saat terakhir ketika Nusantara masih memiliki konsensus pada masa peradaban arsitektur kota-Jawa prakolonial.
Guru besar Institut Teknologi Surabaya (ITS) Josef Prijotomo mengatakan, Suryadi Santoso atau Jo Santoso menyadari adanya kekeliruan dalam membaca masyarakat tanpa tulisan dengan menggunakan cara baca dari masyarakat tulisan.
”Jo Santoso dengan berani membaca arsitektur kota Nusantara pada umumnya, dan khususnya Jawa, dalam lingkungan masyarakat tanpa tulisan. Segenap data yang telah dihimpun oleh para ahli dan ilmuwan dari masa kolonial telah dia manfaatkan secara optimal,” kata Josef Prijotomo.
Sejarah kota
Buku yang diluncurkan semalam merupakan terjemahan dari tesis doktoral Jo Santoso di bidang Sejarah Kota di Universitas Hanouver Jerman. Dia lulus Desember 1981 dengan predikat summa cum laude.
Dalam buku itu diungkap pembangunan kota-kota, terutama di Jawa, tidak sembarangan, tetapi sarat muatan filosofi. Kota di Jawa, misalnya Yogyakarta dan sejumlah kota lain, struktur ruang kotanya mengikuti poros arah mata angin utara-selatan. Poros ini digunakan sebagai orientasi utama untuk menetapkan semua area yang nantinya akan dibangun.
Pada abad ke-8 dan ke-9 masa jaya kerajaan Buddha di Jawa Tengah, penggunaan poros sebagai orientasi ruang memiliki perbedaan. Saat itu poros kota mengikuti arah mata angin timur-barat sesuai dengan prosesi upacara keagamaan. Barulah pada masa Kerajaan Majapahit dan Mataram II arah poros utama bukan lagi timur ke barat, tetapi menjadi dari utara ke selatan.
Daniel Dhakidae, pakar politik yang menyukai tata kota, mengatakan, buku Jo Santoso menegaskan bahwa arsitektur kota di Jawa tidak terlepas dari sistem kekuasaan Jawa yang berpusat di keraton.
”Dalam bukunya, Jo Santoso seolah-olah menelusuri kota dan tata kota Jawa dari segi kosmografik, kultur, dan kekuasaan. Dan dari sana membongkar kata-kata yang tersembunyi dalam batu, das Wort auf dem Stein, kayu, ruang, dan kosmos baik dalam mikrokosmos maupun hubungannya dengan makrokosmos. Dengan itu, dibuka makna arsitektur dan tata kota Jawa yang memukau,” ujar Daniel Dhakidae. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 18 Maret 2009
1 comment:
hmmmm..jadi pengen beli bukunya...
bagus kayaknya...
Post a Comment