TIDAK ada pengetahuan yang objektif. Pengetahuan berangkat dari kepentingan. Sebab itu, tidak bebas nilai.
Ini koreksi yang dikemukakan Jurgen Habermas, ilmuwan sosial dari Sekolah Frankfurt, Jerman. Bagi Habermas, di balik objektivitas ilmu-ilmu tersembunyi kepentingan kekuasaan.
Untuk menguatkan teorinya ini, Habermas membedakan ilmu-ilmu menjadi tiga kelompok: Ilmu-ilmu empiris analitis, ilmu-ilmu historis hermeneutis, dan ilmu-ilmu reflektif kritis.
Ilmu-ilmu empiris analitis bertujuan pada penguasaan alam dengan mencari hukum-hukum yang pasti sehingga manusia dapat menyesuaikan diri dengan alam bahkan memanfaatkannya. Ilmu-ilmu historis hermeneutis bertujuan memahami lingkungan melalui interaksi dan bahasa. Sasarannya meningkatkan saling pengertian dengan tujuan tindakan bersama. Lalu, ilmu-ilmu tindakan untuk membantu manusia bertindak bersama dalam rangka pembebasan melalui modus reflektif kritis.
Habermas yang lahir pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf, North Rhine-Westphalia, Jerman, adalah filsuf dan sosiolog penopang tradisi kritis.
Karya Habermas berfokus pada teori sosial, pelacakan epistemologi, analisis masyarakat kapitalistik, dan demokrasi. Sistem teoretis Habermas diarahkan untuk mengangkat kekuatan nalar, emansipasi, dan komunikasi rasional-kritis.
Teori kritis yang muncul di kalangan ilmuwan sosial di Frankfurt merupakan kritik terhadap perkembangan masyarakat. Sasarannya, membebaskan manusia dari belenggu budaya teknokrat modern (Magnis-Suseno, 1992: 160).
Teori kritis bermaksud mengubah, membebaskan manusia dari belenggu yang dibuat sendiri. Teori kritis juga menyingkap kemajuan semu yang berkembang dalam kehidupan manusia. Bagaimana rasionalisasi akal budi objektif ke akal budi instrumentalis menghasilkan irasionalitas karena akal budi kehilangan otonomi. Menjadi alat belaka. n DARI BERBAGAI SUMBER/P-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Maret 2009
No comments:
Post a Comment