Friday, March 06, 2009

Sjahrir dan Bandung Lautan Api

-- Rosihan Anwar

DALAM rangka peringatan Seratus Tahun Sutan Sjahrir pada Maret 2009 ini, ada satu kisahnya tentang peristiwa Bandung Lautan Api. Empat hari setelah Sjahrir menjadi Perdana Menteri pertama Republik Indonesia tanggal 14 November 1945 para pemuda bersama polisi Indonesia menyerang tangsi Batalyon X NICA Belanda. Serdadu dari tentara KNIL membalas dengan membakar kampung-kampung sekitarnya. Tentara Inggris yang mulai tiba 29 Septem-ber di Priok mendesak PM Sjahrir agar Jakarta dikosongkan dari pasukan bersenjata Indonesia.

Demi mencegah bentrokan terbuka dengan pihak Sekutu, Sjahrir memerintahkan evakuasi BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan pemuda. Perintah ini hanya dituruti oleh Kapten Daan Mogot dari BKR yang mundur ke Tangerang. Sedangkan Lasykar Rakyat masih tinggal di Jakarta.

Kisah yang sama berulang di Bandung, di mana pada awal Maret 1946 terdapat 12.000 tentara Inggris dan British India di bawah pimpinan Mayjen Hawthorn. Sejak tentara Inggris tiba di Bandung 17 Oktober, sering terjadi bentrokan bersenjata dengan pemuda, yang berhimpun dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), API (Angkatan Pemuda Indonesia) dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), yang secara resmi disusul oleh TRI (Tentara Republik Indoensia) pada 26 Januari 1946.

Konvoi tentara Inggris dari Jakarta ke Bandung melalui Bogor - Sukabumi, sering dihadang oleh pasukan bersenjata Indonesia. Tanggal 19 Maret daerah kediaman orang Eropa di Bandung, ditembaki dengan mortir. Reaksi Inggris ialah ultimatum, agar pasukan bersenjata Indonesia keluar dari Kota Bandung lalu mundur sejauh 11 km. Bila menolak, tentara Inggris akan melakukan operasi. Hal ini disampaikan kepada PM Sjahrir.

Atas dasar informasi ini, pada 23 Maret, Komandan TRI di Bandung, Abdul Haris Nasution, terbang ke Jakarta untuk berbicara dengan PM Sjahrir. Waktu itu, Nasution telah menggantikan Aroedji Kartawi- nata, mantan Daidancho (Komando Batalyon) tentara PETA pada zaman Jepang, sebagai Komandan Divisi ke-3, dan berusaha mendisiplinkan serta mengonsolidasi pasukan bersenjata di Bandung. Nasution, yang berpendidikan KMA atau Akademi Militer Belanda di Bandung, mau memperlihatkan ketundukannya kepada pemerintah sipil yang dipimpin oleh Sjahrir.

Nasution balik ke Bandung pada 24 Maret dengan perintah evakuasi dari Sjahrir. Kembali Sjahrir tidak mau menambah permusuhan dengan Inggris. Dia memerlukan Inggris untuk melancarkan siasat diplomasi, berunding dengan pihak Belanda untuk meraih pengakuan internasional terhadap RI. Nasution meminta kepada Mayjen Hawthorn penundaan evakuasi selama 10 hari supaya bisa mengangkut keluar persediaan dan senjatanya dari Bandung Selatan. Hawthorn menolak berkompromi, karena dia justru mau menyita senjata-senjata pihak Indonesia.

Evakuasi

Akibatnya, malam itu juga Komandan Resimen ke-8 Omon Abdurrachman dan Komandan Lasykar Rakyat yang telah masuk TRI, Soetoko, memulai evakuasi dengan melaksanakan politik bumi hangus. Nasution, walaupun dengan terbata-bata memberikan persetujuannya. Ia sadar tanpa persetujuannya Bandung toh akan dibakar.

Pada 24 Maret 1946, pukul 20.00, sekitar 200.000 rakyat Indonesia mulai meninggalkan Bandung Selatan menuju daerah pedalaman. Bagian-bagian kota yang didiami oleh penduduk dan kini ditinggalkan dan dibakar oleh pemuda atau diledakkan dengan dinamit. Peristiwa ini dicatat sebagai Bandung Lautan Api.

Upaya PM Sjahrir untuk hanya mengevakuasi para pemuda dan membiarkan Pemerintah Sipil RI pada tempatnya telah gagal. Sesudah 25 Maret, Bandung tidak lagi punya pemerintahan Indonesia. Setengah juta orang Indonesia telah meninggalkan Bandung. Sebanyak 100.000 orang Eropa dan Tionghoa tertinggal di Bandung (Dr Bussemaker-Bersiap! Opstand in het paradijs, 2005-142).

Ketika berpidato pada pemberangkatan jenazah Djoeir Muhammad, penulis Memoar Seorang Sosialis, beberapa tahun yang lalu, saya berkata jika seandainya Sjahrir tidak pasang badan, lalu menjadi PM menghadapi Belanda dengan politik diplomasinya, yang berhasil dengan Persetujuan Linggrajati, di mana RI diakui kekuasaan de facto-nya di Jawa dan Sumatera, dan mengatur campur tangan internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda melalui pasal arbitrase persetujuan tadi, maka mungkin sekali Saudara-saudara, sekarang ini belum hidup dalam negara Indoensia yang merdeka berdaulat, diakui oleh komunitas internasional.

Rahman Tolleng mendengarkan pidato saya dan dalam diskusi tentang Sjahrir di redaksi Harian Kompas 2 Maret disebutkannya arti dan jasa PM Sjahrir pada 1945-47. "Jika tidak ada Sjahrir, mungkin Anda yang ada dalam ruangan ini belum merdeka sekarang" kata Rahman Tolleng.

Dirk Bogarde

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan kisah human interest mengenai aktor Inggris kenamaan, Dirk Bogarde. Pada akhir 1945, Letnan Dirk Bogarde yang melaksanakan kewajiban dinas militer, berada di Jakarta menjadi penyiar radio sekutu dari gedung RRI yang dipimpin oleh Jusuf Ronodipuro. Dirk kemudian menjadi Ajudan Jenderal Hawthorn, yang mengalami peristiwa Bandung Lautan Api. Setelah meninggalkan Indonesia Dirk memulai karier sebagai bintang film dan di sana jadi selebriti. Dirk juga penulis novel yang prolifik. Roman otobiografinya berjudul Backcloth.

Di Bandung, Dirk berkenalan dengan seorang perempuan Indo cantik bernama Harri. Letnan itu kasmaran dengan Harri yang ingin dibawanya ke Inggris untuk dinikahinya. Tapi, Harri dengan tertawa menolak, karena di Inggris tidak ada langit yang biru, suhunya selalu dingin, dan banyak hujan. Sebelum keberangkatan Dirk, Harri telah menghilang. Ketika pada hari penghabisan Dirk membersihkan meja kerjanya dia menemukan sebuah jambang gelas berwarna biru di mana tiga bunga mengambang. Di dekat jambang terdapat sepucuk surat, "Kedua warna ini cocok satu sama lain. Adieu".

Itulah kasih tak sampai dari seorang aktor sinema Inggris yang tenar Dirk Bogarde ketika pada 1946 sebagai letnan menjadi Ajudan Jenderal Hawthorn yang tidak mau sedikit berkompromi, sehingga Bandung Lautan Api tercatat dalam sejarah Indonesia.

* Rosihan Anwar, wartawan senior

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 6 Maret 2009

1 comment:

suratagung said...

Yuk, teman-teman, selama kita masih ada di Bandung, kita lebih mengenal kota ini, dan lebih mencintainya dengan memberikan kontribusi positif! biar kecil tapi kita berbuat, tidak hanya protes. jadi, keberadaan kita di Kota Bandung inipun menjadi berarti dan bermanfaat.

Komunitas Sahabat Kota mengundang teman-teman untuk menghadiri Rabu Belajar spesial Bandung Lautan Api :D

24 Maret 2010
Selasar Sunaryo Artspace
2.00 - 5.00
acara:
1) pemutaran film dokumenter Bandung Lautan Api (bekerjasama dengan Bandung Heritage),
2) sesi bertanya-tanya dan berbagi pengalaman dari Ibu Tuti dan Ibu Saartje, mantan pejuang (Laskar Wanita Indonesia)
juga ada Kang Tubagus Adhi dari Bandung Heritage dan Pak Sunaryo pembuat stilasi Bandung Lautan Api dan Monumen Tegalega

kenapa kamu harus datang?
selain karena acara ini GRATIS, kita akan berbagi pengetahuan dan wawasan tentang Kota Bandung, sehingga suatu saat kita bisa berkontribusi positif pada perubahan Kota Bandung kita :D

http://agungsmail.wordpress.com