DOK HARRY WIDIYANTO
Seandainya ada suatu tempat di dunia yang mempunyai sejarah pekat tentang kisah evolusi manusia, jauh sebelum Sangiran ditemukan oleh GHR von Koenigswald tahun 1934, itu adalah Desa Trinil, sebuah desa kecil di pinggiran Bengawan Solo, yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Di sini Pithecanthropus erectus tergolek dalam keheningan selama lebih dari 500.000 tahun, sebelum ditemukan kembali oleh Eugène Dubois pada 1891. Oleh karena itu, Trinil tidak dapat dipisahkan dari kisah abadi evolusi manusia yang digemakan pertama kali oleh Charles R Darwin pada pertengahan abad ke-19.
Begitulah, nama Trinil yang terkenal kemudian mengundang peneliti lain untuk mengikuti jejak-jejak akbar Dubois. Salah satunya adalah Emil dan Lenore Selenka, yang telah mengeksplorasi endapan purba Trinil secara besar-besaran pada tahun 1906-1908. Hasil penelitiannya dipublikasikan pada tahun 1911, yang dari beberapa segi dianggap lebih maju dari zamannya, dalam bentuk kumpulan artikel beberapa disiplin ilmu seperti geografi, paleobotani, dan paleontologi.
Ekskavasi Selenka ternyata tidak membuahkan satu pun tambahan fosil manusia, hanya sebuah gigi ditemukan di dekat Kampung Sonde. Meski demikian, ekspedisi Selenka merupakan pelopor operasi internasional yang besar. Mungkin untuk pertama kalinya di Trinil inilah dilakukan suatu penelitian dengan mengaitkan fosil manusia dalam lingkungan alamnya.
Inilah atap tengkorak yang sangat dahsyat namanya membelah dunia: Pithecanthropus erectus. Bangun tengkorak sangat pendek dan memanjang ke belakang. Volume otaknya 900 cc, yang terletak antara volume otak kera (600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol, di belakang orbit mata terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandai otak yang belum berkembang.
Bagian belakang kepala, pada occipital, terlihat bentuk meruncing. Tidak terdapat perkembangan nyata insersi otot pada relief tengkorak, yang menandakan pemiliknya adalah seorang perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang tengkorak, yang biasa disebut sutura, ditafsirkan individu ini telah lanjut usia.
Tengkorak ini sangat kecil, tetapi milik makhluk yang telah secara penuh masuk dalam genus Homo (manusia), suatu istilah yang diciptakan dunia ilmiah pada tahun 1950. Implikasinya, manusia dari Trinil diklasifikasikan sebagai bagian dari Homo erectus, manusia yang telah berjalan tegak.(Harry Widianto)
Sumber: Kompas, Rabu, 25 Maret 2009
No comments:
Post a Comment