Makassar, Kompas - Upaya menggalakkan minat baca di masyarakat tidak cukup dengan pendekatan struktural yang berorientasi kelembagaan semata, melainkan diperlukan juga cara-cara kreatif yang berbasis kultural. Memanfaatkan momentum upacara tradisi untuk memandu masyarakat membaca bahan-bahan bacaan yang mencerahkan saatnya dipikirkan sebagai salah satu solusi alternatif.
Demikian salah satu benang merah dari Lokakarya Pengembangan Budaya Baca Melalui Taman Bacaan Masyarakat di Makassar, Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu. Forum yang digelar Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas tersebut antara lain menampilkan penggiat budaya baca Taufik Rahzen dan editor Koran Tempo Kelik M Nugroho.
Taufik mengingatkan bahwa keberaksaraan yang sudah berkembang sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit selayaknya menjadi patokan bahwa bangsa Indonesia sesungguhnya punya cara-cara membangun peradaban dengan budaya baca. Bahwa belakangan budaya baca sulit bangkit dan tumbuh subur di tengah dahsyatnya budaya nonton, tentulah itu menjadi tantangan tersendiri bagi para penggiat budaya baca.
Kelik Nugroho menggagas perlunya jembatan kreatif untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Untuk media televisi, acara talk show ”Kick Andy” di Metro TV dicontohkan sebagai jembatan kreatif yang baik. Dalam setiap episode, ”Kick Andy” selalu membagikan buku dan kerap mewawancarai penulis.
Terkait dengan forum itu, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, pengembangan taman bacaan masyarakat bisa saja meniru pembelajaran sosial model Kominkan di Jepang. Model ini mampu membuat Jepang bangkit dari keterpurukan pasca-Perang Dunia II. Model ini secara massal menyediakan ruang baca bagi masyarakat. (NAR)
Sumber: Kompas, Selasa, 10 Maret 2009
No comments:
Post a Comment