SEBUAH gedung tinggi bercat putih bernuansa kolonial terletak di Jalan Merdeka Barat 12, Jakarta. Pada puncak gedung tersebut tertulis, 'Museum'. Itulah Gedung Arca Museum Nasional, satu di antara 275 museum yang ada di Indonesia.
Sebagai suatu lembaga pelestarian budaya, Museum Nasional mengelola sedikitnya 142 ribu benda warisan budaya Indonesia. Namun akibat keterbatasan ruang pameran, hanya sekitar 10% yang dipamerkan di ruang pameran tetap.
"Kami tidak memungkiri pergeseran minat remaja yang kini cenderung kepada budaya modern. Mungkin ini yang menjadi penyebab sepinya pengunjung di beberapa daerah di Tanah Air. Tetapi tidak untuk Museum Nasional. Tercatat ada sekitar 5.000 pengunjung setiap bulannya," ujar Kepala Museum Nasional Retno Sulistianingsih Sitowati.
Jumlah pengunjung bukan satu-satunya indikator keberhasilan sebuah museum, melainkan seberapa besar manfaat museum tersebut untuk masyarakat. Utamanya bagi masyarakat Indonesia selanjutnya kepada masyarakat dunia secara garis besar.
Museum sering menjadi tempat pembelajaran bagi pelajar dan mahasiswa. Beberapa museum daerah di Indonesia juga memberikan kesempatan kepada pegawai mereka untuk magang di Museum Nasional itu, seperti belajar kuratorial.
Untuk skala internasional, Museum Nasional sudah sangat dikenal di negara-negara Eropa. Retno mengakui beberapa kali komunitas museum di negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Belanda meminjam koleksi dari Museum Nasional. Bahkan mereka sering meminta kerja sama dengan Museum Nasional untuk menyelenggarakan pelatihan pengelolaan museum.
"Memang persepsi museum sebagai aset sejarah bangsa dengan nilai jual tinggi belum berkembang maksimal di Indonesia. Di negara maju, para konglomerat berlomba-lomba memberikan donasi atau sponsor dalam berbagai kegiatan untuk kepentingan museum. Faktor ini menyebabkan museum tetap hidup," kata Retno di sela-sela acara Program Wisata Museum di Gedung Museum Nasional, Jakarta, pekan lalu (21/2).
Kekayaan geologi
Sementara itu, Kepala Museum Geologi Yunus Kusumahbrata mengungkapkan kecemasannya terhadap beberapa kendala khusus untuk museum yang berdiri sejak 1929 itu. pasalnya, kapasitas Museum Geologi maksimal menampung 600 orang. Tatkala musim libur tiba, pengunjung bisa mencapai 4.500 orang dalam satu hari. Maka mereka harus antre dan sementara duduk di luar gedung museum.
"Kami berencana untuk membuat outdoor exhibition khusus untuk pameran batu-batuan Indonesia. Tujuannya, ketika antre di luar gedung, pengunjung tetap dapat menikmati pameran sembari menikmati kekayaan alam Nusantara," tutur pria berkaca mata itu.
Yunus membenarkan hanya 10% dari seluruh koleksi yang ada masuk ke ruang pameran tetap. Selebihnya akan disimpan dalam gedung khusus dalam kompleks museum yang sama. Untuk mendapatkan prioritas masuk ke ruang pameran, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi koleksi tersebut. Di antaranya substansi yang menarik, kelengkapan informasi, dan koleksi itu harus sesuatu yang unik dan sangat jarang ditemui tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.
Di Museum Geologi, ada fosil gajah purba Indonesia (Stregodon trigonocephalus) yang hidup pada zaman kuarter, sekitar 1,7 juta tahun yang lalu. Ada fosil manusia purba Pithecantropus yang termasuk P-VIII. Bahkan koleksi gajah purba adalah koleksi asli, bukan replika. Susunan tulang vertebrata itu juga yang paling lengkap di dunia. "Ini salah satu koleksi langka yang hanya terdapat di Indonesia," jelas Yunus. (*/H-1)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 25 Februari 2008
No comments:
Post a Comment