[JAKARTA] Seni dan pendidikan memiliki bobot kepentingan yang sama, baik seni dalam pendidikan maupun sebaliknya. Namun, peran seni dalam proses pendidikan di Tanah Air saat ini masih kurang. Hal itu disebabkan penerapan metodologi yang kurang tepat dalam pembelajaran seni di sekolah-sekolah.
Hal tersebut dikatakan Rektor Institut Kesenian Jakarta, Sardono W Kusumo usai penandatanganan kerja sama antara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dengan Sampoerna Foundation, Rabu (13/2). Menurut dia, dalam proses pendidikan seni, pendidik yang harus menumbuhkan apresiasi, jiwa dan ekspresi pada seorang anak didik.
Ditegaskan, ada perbedaan antara mengajar dan mendidik dalam bidang seni.
Mengajar, ujarnya, lebih pada kegiatan komunikasi yang bersifat satu arah dan cenderung tidak menumbuhkan apresiasi maupun ekspresi seorang murid. Sebaliknya, mendidik adalah interaksi guru dan murid yang bersifat dua arah dan mampu menumbuhkan apresiasi murid. Ironisnya, kata Sardono yang juga penata tari ini, pendidikan seni di Indonesia masih sebatas mengajar atau dengan kata lain masih bersifat satu arah.
Seni melalui pendidikan, menurut pihak DKJ, adalah tumbuhnya apresiasi seni sejak dini. Sementara pendidikan melalui seni adalah memberi kesempatan bagi seni untuk mengenal hakekat pluralisme secara positif.
Menurut seniman yang juga penata tari, Endo Suanda, seorang pendidik harus jeli melihat bakat seni pada anak-anak. Seorang pendidik akan mampu mengakomodasi minat anak didiknya menuju pertumbuhan apresiasi, baik di bidang seni tari, film, musik, sastra, ataupun teater.
"Menggali kapasitas seni yang dimiliki anak-anak dengan maksimal adalah yang terpenting," ujarnya.
Dijelaskan, pada pendidikan di tingkat umum, hanya ada empat bidang seni, diantaranya seni tari, musik, sastra dan rupa. Bidang-bidang itu sebenarnya tidak memerlukan pendalaman di tingkat umum.
Pendalaman bidang seni yang lebih kompleks bisa diterapkan di institusi pendidikan khusus seni Endo maupun Sardono menilai, apresiasi terhadap seni di Indonesia masih sangat minim.
Sardono menegaskan, tidak banyak orang yang mengerti dan mengenal seni dengan baik.
Maka, katanya, jangan heran kalau hasil karya seni kurang mendapatkan apresiasi di negeri ini. Apresiasi juga menyangkut penilaian karya seni. Menurut Endo, tidak sedikit orang yang mengukur suatu karya seni dengan uang. Hal tersebut disebabkan pemikiran masyarakat Indonesia yang masih sangat sempit dan hanya menggunakan satu persepsi dalam memandang karya seni. Padahal, seni dapat dilihat dan diukur dari berbagai macam sudut pandang.
Untuk menciptakan masyarakat yang lebih menghargai hasil karya seni, Endo mengimbau institusi-institusi pendidikan untuk melakukan redefinisi sistem arahan dan metodologi pendidikan seni di sekolah dengan wawasan yang lebih luas. [WWH/N-4]
Sumber: Suara Pembaruan, Jumat 15 Februari 2008
No comments:
Post a Comment