KENIKMATAN puisi tak hanya saat dibaca. Dengan tambahan irama yang pas, untaian kata menjadi lirik yang menghanyutkan. Musikalisasi puisi membuktikan syair-syair Sapardi Djoko Damono memang romantis. Pada malam Valentine itu, melantunlah syair indah dalam nada cinta.
Gitaris Jubing Kristianto (kiri) mengiringi penampilan penyanyi Reda Gaudiamo, dan Ari Malibu saat melantunkan puisi cinta karya Sapardi Djoko Damono. (SP/Ignatius Liliek)
Meskipun dianggap sederhana, puisi Sapardi sarat makna dan memiliki daya tarik. Puisi-puisi cinta yang ditulis pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 68 tahun lalu itu cenderung memilih kata-kata sederhana. Boleh jadi hal itu juga yang memyebabkan karya Sapardi sering digubah dalam musikalisasi.
Puisi-puisi romantis Sapardi yang mengaku tidak pernah bermimpi menjadi seorang penyair itu, diperdengarkan dalam acara yang diselenggarakan sebagai penghormatan terhadap dedikasi Sapardi dalam dunia sastra, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (14/2) malam.
Beberapa puisi karya Sapardi dibawakan dengan kemasan seni yang sangat menarik dan unik, mulai dari puisi yang menampilkan musikalisasi syair-syair Sapardi, aksi teatrikal hingga pesohor-pesohor seni yang dengan penuh penghayatan membaca puisi-puisi itu.
Acara dibuka dengan penampilan anak-anak berseragam sekolah dasar dari Teater Tanah Air yang membawakan puisi Selamat Pagi Indonesia. Sebagai penampil pertama dalam acara yang berdurasi kurang lebih dua jam itu, mereka memukau dengan aksi panggung yang seakan mengundang tanya tak terjawab.
Kemudian, kelompok ensemble flute, Tosmik SMA 59 dan SDN Pekayon 10 Pagi, serta SMPN 179 Kalisari menyuguhkan lagu diiringi tiupan flute dan petikan gitar anak-anak. Mereka membawakan karya Sapardi berjudul Akulah Si Telaga dan Metamorfosa.
Atmosfer ruang pertunjukan sekejap berubah ketika mereka mulai mengolaborasi instrumen masing-masing.
Suasana alam pedesaan yang tenang seakan berpindah ke sekeliling penonton. Kesan tenang dan damai begitu terasa, terlebih ketika vokalis melantunkan syair dengan suara yang lembut dan gerak yang santai.
Penonton diajak menikmati pertunjukan utama, kolaborasi petikan gitar Ari Malibu dan suara merdu milik Reda Gaudiamo memecah keheningan malam. Malam yang bertepatan dengan Hari Kasih Sayang semakin terasa romantis dengan nyanyian lembut syair berjudul Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate San Francisco.
Syair yang dimusikalisasi Umar Muslim tersebut berisi kumpulan deskripsi suasana di atas jembatan berwarna merah yang seolah mewakili kesenduan sang penulis.
Pada Suatu Pagi Hari, karya Sapardi yang digubah Budiman Hakim juga dilantunkan Reda dengan penuh penghayatan. "Kebetulan Pada Suatu Pagi Hari adalah puisi beliau yang paling saya sukai," ujarnya.
Humoris
Penampilan duet itu dilanjutkan dengan syair Sapardi yang cukup terkenal, Hujan Bulan Juni. Syair romantis itu disuguhkan dengan iringan gitar akustik oleh Jubing Kristianto.
Permainan gitar Jubing mudah diterima telinga sehingga membuat penonton kagum. Vokalis, Reda pun merasa petikan gitar Jubing sangat membantunya saat membawakan Hujan Bulan Juni.
Penampilan duet Reda dan Ari diselingi penampilan Paduan Suara SMP dan SMA Sekolah Nasional I, Pondok Gede Bekasi. Mereka membawakan tiga musikalisasi puisi berjudul Ketika Jari Jari Bunga Terbuka, Hatiku Selembar Daun, dan Dalam Hatiku.
Selain itu, Cornelia Agatha dan Ine Febriyanti juga membaca puisi. Mereka masing-masing membacakan dua puisi Sapardi.
Para pelaku seni seperti sutradara Teater Tetas, Ags Arya Dipayana dan aktor Jose Rizal Manua juga membaca puisi. Di awal penampilan, Jose Rizal mengatakan, banyak orang menduga Sapardi berkarakter serius, tetapi sesungguhnya dia adalah sosok yang humoris. Pernyataan itu terbukti dari puisi Sapardi yang dibacakan Dipayana, Iklan.
Penampil yang paling mengundang tepukan tangan penonton adalah Reda dan Ari yang membawakan musikalisasi puisi terkenal berjudul Aku Ingin dan Sajak-Sajak Kecil Tentang Cinta.
Sapardi yang ditemui usai acara mengaku senang mengetahui karya-karyanya diapresiasi.
"Saya senang sekali, melihat begitu banyak orang- orang yang terlibat malam hari ini," katanya dengan mimik wajah penuh bijak seraya tersenyum ramah.
Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia itu juga mengaku senang dengan interpretasi-interpretasi yang tercipta lewat musikalisasi syair-syair yang diambil dari puisi. [WWH/N-4]
Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 16 Februari 2008
No comments:
Post a Comment