JAKARTA, KOMPAS - Karl May, pengarang besar kelahiran Jerman, melahirkan karya-karya yang memukau dunia, terutama di bidang geografi dan antropologi. Semasa hidupnya, 25 Februari 1842-30 Maret 1912, dia telah melahirkan 80 buku yang kemudian diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
”Profesor siapa pun akan mengalami kesulitan besar bila bertanding dengan Karl May di bidang geografi, antropologi, dan psikologi, termasuk didaktika mengajar ilmu-ilmu tersebut,” kata Daniel Dhakidae, Direktur The Indonesian-American Education Foundation (IAEF), dalam Diskusi Dunia Karl May yang digelar Bentara Budaya Jakarta (BBJ) bekerja sama dengan Paguyuban Karl May Indonesia, Sabtu (23/2) di BBJ, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Tampil pula dalam diskusi tersebut sastrawan Seno Gumira Ajidarma. Selain diskusi, juga ada pemutaran film dokumenter drama Si Pengkhayal dari Saksen dan film televisi Kara Ben Nemsi. Sejak 20 Februari juga dipamerkan buku-buku yang ditulis Karl May.
Menurut Daniel, kalau ada yang belum pernah membaca kisah-kisah petualangan Karl May, bacalah tetralogi karya besar pengarang ternama kelahiran Jerman tersebut. Karl May melalui karya-karyanya menjadi guru ilmu bumi dan geografi.
”Saya mengenal tempat-tempat belahan barat dan timur, tentang adat istiadatnya, dan jiwanya hanya dengan membaca Karl May,” ujarnya. Walaupun terbit 100 tahun lalu, buku Karl May tetap menggugah.
Sementara itu, Seno Gumira Ajidarma mengatakan, dengan membaca Karl May kita akan mencintai suku-suku dan penduduk asli. ”Karl May mampu menceritakan kehebatan suku-suku tersebut sebagai manusia yang mencintai alamnya. Yang luar biasa, Karl May mendahului zamannya. Ide-idenya aktual, padahal itu ditulis 150 tahun lalu,” katanya. Menurut Seno, Karl May semestinya menjadi ide menyelesaikan kasus-kasus kekacauan antarsuku di Indonesia. (NAL)
Sumber: Kompas, Senin, 25 Februari 2008
No comments:
Post a Comment