BANDUNG, (PR). Seiring dengan kemajuan zaman, bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu harus terus dikembangkan. Hal itu termaktub dalam kebijakan pemerintah mengenai penanganan bahasa daerah yang diimplementasikan melalui penelitian, pengembangan, dan pembinaan terhadap bahasa dan sastra daerah.
"Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi telah memengaruhi perilaku masyarakat dalam bertindak dan berbahasa. Berbagai kata dan istilah yang digunakan dalam bidang ilmu dan teknologi itu kerap tak tersedia dalam kosakata bahasa daerah," kata Kepala Bidang Pembinaan Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Jakarta, Mustakim, dalam "Seminar Bahasa Sunda Dalam Rangka Memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional", Rabu (20/2), di Balai Bahasa Jln. Sumbawa, Bandung.
Ia mencontohkan, kata komputer tidak ada bahasa Sundanya. Padahal, kosakata yang diwarnai keilmuan seperti itu tidak dapat dihindari dari percakapan di kalangan masyarakat bahasa daerah masa kini.
Dikemukakan, media masa lokal, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi kini menyampaikan informasi dengan menggunakan bahasa daerah. Pengungkapan kehidupan masyarakat kini memerlukan tata cara dan sistem penyampaian sesuai dengan pemikiran masa kini.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan bahasa daerah agar tetap eksis dalam masyarakat saat ini, perlu dilakukan upaya pengembangan kosakata mutakhir. Pengembangan kosakata bahasa daerah itu memperoleh landasan yang kukuh dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 32 dan landasan politis dan sosiologis, yaitu Sumpah Pemuda 1928.
"Penggunaan bahasa asing makin mendesak ruang penggunaan bahasa Indonesia. Dan bahasa Jakarta menggeser ruang bahasa daerah. Hal tersebut dapat membuat kebanggaan masyarakat akan bahasa daerah sebagai lambang kedaerahan memudar. Dengan demikian, upaya mengembalikan kewibawaan bahasa daerah, mutlak diperlukan," ujar Mustakim.
Pengungkapan budaya dalam bahasa daerah memerlukan kosakata baru yang dikembangkan dengan memanfaatkan kosakata budaya lokal. "Pengembangan kosakata dapat memanfaatkan bahasa daerah lainnya. Toh, ada sekitar 746 bahasa daerah di Indonesia," tutur Mustakim.
Langkah selanjutnya yang harus ditempuh adalah memublikasikan kosakata baru bahasa daerah. Publikasi dapat dilakukan dalam bentuk cetak dan elektronik sehingga mampu menjangkau semua kelompok masyarakat.
"Media massa pun dapat menjadi wahana penyebaran bahasa," kata Mustakim. Tanpa publikasi, pemasyarakatan hasil pengembangan kosakata akan terlalu lambat sampai ke masyarakat pengguna bahasa daerah yang bersangkutan.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengenalkan kosakata bahasa daerah yang baru adalah dengan pengembangan kurikulum muatan lokal di sekolah. Namun, agar proses pembelajaran bahasa daerah di sekolah berhasil guna, perlu adanya penyelesaian masalah yang kerap terjadi di dalamnya.
Sikap guru
Menurut Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia (FPBS UPI) Yayat Sudaryat, dalam seminar yang sama, ada sejumlah permasalahan mengenai pembelajaran bahasa Sunda di sekolah.
Pertama adalah mengenai sikap guru dan murid terhadap bahasa Sunda. "Bahasa Sunda masih dipandang sebelah mata," ujar Yayat.
Permasalahan selanjutnya adalah mengenai jumlah guru bahasa Sunda yang masih kurang, baik dari kuantitas maupun kualitas. Jumlah sekolah di Jawa Barat saat ini tercatat 20.552 SD, 3.321 SMP/MTs, dan 2.062 SMA/SMK/MA.
Yayat menuturkan, setidaknya diperlukan 5.383 guru bahasa Sunda di Jawa Barat. Namun dengan catatan, guru-guru tersebut harus menguasai pembelajaran bahasa Sunda.
"Kebanyakan guru bahasa Sunda saat ini bukan lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa Sunda," kata Yayat. Sebanyak 65 persen guru bahasa Sunda di SMP/MTs. dan 85 persen di SMA/SMK/MA tidak pernah mendapat pengajaran bahasa Sunda di bangku kuliah. (CA-164)
Sumber: Pikiran Rakyat, Kamis, 21 Februari 2008
No comments:
Post a Comment