DALAM menjalani kehidupan sehari-hari, sering kali kita butuh inspirasi, entah itu lewat cerita, nilai-nilai, atau kejadian nyata. Kisah atau cerita-cerita itu dapat membantu kita mengambil sikap dalam hidup.
Nilai-nilai atau kisah cerita itu bisa diperoleh lewat buku ketujuh Margaretha M Siahaan berjudul The Bubbles of Marga-Celotehan van Marga yang diterbitkan Orenz Publishing, beberapa waktu lalu.
Membaca buku setebal 357 halaman ini tidaklah rumit, terasa ringan karena tiap kisah tidak lebih dari dua halaman, kemudian beralih ke kisah lain. Namun, tiap kisah menorehkan pesan moral, etika, bahkan nilai-nilai kehidupan yang mengajari pembacanya bijak dalam menyikapi hidup.
Kisah Lima Kualitas Pensil di halaman 39, misalnya, menggambarkan pesan seorang nenek terhadap cucunya melalui sebuah surat. Sang nenek menasihati cucunya agar bisa menjalani hidup berkualitas seperti pensil.
'Pada saat tanganmu membimbing pensil saat menulis, seperti itulah tangan Tuhan selalu membimbingmu menurut kehendak-Nya', tulis sang nenek.
"Ketika menajamkan pensilmu dengan rautan, pensil sangat menderita, tetapi saat proses meraut selesai, pensil akan mendapatkan ketajaman tujuan hidupnya kembali," tambah sang nenek.
Terakhir sang nenek mengatakan sang cucu harus meninggalkan kesan dan kenangan yang indah, seperti halnya pensil meninggalkan goresan atau tanda.
Buku karya Margaretha atau yang akrab disapa Butet ini sebetulnya merupakan celotehannya yang diunggah di Facebook setiap hari selama setahun lebih. Kemudian sang penulis menggolongkan tiap kisah menjadi tiga bagian, yakni puzzle perjalanan kehidupan, puzzle dinamika kehidupan dan bagian ketiga, puzzle tangki kehidupan.
Di bagian perjalanan kehidupan, buku ini memuat 42 kisah. Kemudian di puzzle dinamika kehidupan memuat 72 kisah, dan pada bagi ketiga memuat 58 kisah. Semua kisah yang dipaparkan sang menulis menggambarkan relasi manusia dengan sang penciptanya (Tuhan), relasi manusia dengan sesama manusia, dan relasi manusia dengan alam.
Membaca Celotehan van Marga ibarat kita berdiri di depan cermin. Kadang kita becermin dari kebiasaan ikan, pohon, air, dan lain sebagainya. Tiap kali selesai membaca satu kisah, kita akan hening sejenak lalu introspeksi diri sendiri.
Tiap kisah menarik untuk dibaca. Selain bahasanya sederhana, buku ini boleh dibilang ringan, tidak perlu mengernyitkan kening untuk memahami isi ceritanya, tetapi penuh makna. Sebabnya, penulis yang mantan wartawan dan praktisi public relation (PR) menggunakan bahasa populer sehingga mudah dipahami khalayak ramai.
Itulah sebabnya Prof A Dahana, Guru Besar Sinologi Universitas Indonesia, dalam pesan dan kesannya menyarankan buku ini patut dibaca. Begitu juga dengan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Prof Dr Meutia Farida Hatta, menilai Celotehan van Marga perlu dibaca untuk mengingatkan kita mengenai apa yang harus manusia lakukan dalam menjalani hidup di dunia. (Ros/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 15 September 2013
Nilai-nilai atau kisah cerita itu bisa diperoleh lewat buku ketujuh Margaretha M Siahaan berjudul The Bubbles of Marga-Celotehan van Marga yang diterbitkan Orenz Publishing, beberapa waktu lalu.
Membaca buku setebal 357 halaman ini tidaklah rumit, terasa ringan karena tiap kisah tidak lebih dari dua halaman, kemudian beralih ke kisah lain. Namun, tiap kisah menorehkan pesan moral, etika, bahkan nilai-nilai kehidupan yang mengajari pembacanya bijak dalam menyikapi hidup.
Kisah Lima Kualitas Pensil di halaman 39, misalnya, menggambarkan pesan seorang nenek terhadap cucunya melalui sebuah surat. Sang nenek menasihati cucunya agar bisa menjalani hidup berkualitas seperti pensil.
'Pada saat tanganmu membimbing pensil saat menulis, seperti itulah tangan Tuhan selalu membimbingmu menurut kehendak-Nya', tulis sang nenek.
"Ketika menajamkan pensilmu dengan rautan, pensil sangat menderita, tetapi saat proses meraut selesai, pensil akan mendapatkan ketajaman tujuan hidupnya kembali," tambah sang nenek.
Terakhir sang nenek mengatakan sang cucu harus meninggalkan kesan dan kenangan yang indah, seperti halnya pensil meninggalkan goresan atau tanda.
Buku karya Margaretha atau yang akrab disapa Butet ini sebetulnya merupakan celotehannya yang diunggah di Facebook setiap hari selama setahun lebih. Kemudian sang penulis menggolongkan tiap kisah menjadi tiga bagian, yakni puzzle perjalanan kehidupan, puzzle dinamika kehidupan dan bagian ketiga, puzzle tangki kehidupan.
Di bagian perjalanan kehidupan, buku ini memuat 42 kisah. Kemudian di puzzle dinamika kehidupan memuat 72 kisah, dan pada bagi ketiga memuat 58 kisah. Semua kisah yang dipaparkan sang menulis menggambarkan relasi manusia dengan sang penciptanya (Tuhan), relasi manusia dengan sesama manusia, dan relasi manusia dengan alam.
Membaca Celotehan van Marga ibarat kita berdiri di depan cermin. Kadang kita becermin dari kebiasaan ikan, pohon, air, dan lain sebagainya. Tiap kali selesai membaca satu kisah, kita akan hening sejenak lalu introspeksi diri sendiri.
Tiap kisah menarik untuk dibaca. Selain bahasanya sederhana, buku ini boleh dibilang ringan, tidak perlu mengernyitkan kening untuk memahami isi ceritanya, tetapi penuh makna. Sebabnya, penulis yang mantan wartawan dan praktisi public relation (PR) menggunakan bahasa populer sehingga mudah dipahami khalayak ramai.
Itulah sebabnya Prof A Dahana, Guru Besar Sinologi Universitas Indonesia, dalam pesan dan kesannya menyarankan buku ini patut dibaca. Begitu juga dengan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Prof Dr Meutia Farida Hatta, menilai Celotehan van Marga perlu dibaca untuk mengingatkan kita mengenai apa yang harus manusia lakukan dalam menjalani hidup di dunia. (Ros/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 15 September 2013
No comments:
Post a Comment