Sunday, September 22, 2013

Penggalan Catatan Awal (Bagian 1): Karya-karya UU Hamidy: Menyimpai Nilai-nilai ke-Islam-an (Teks) Bahasa, Sastra, dan Budaya

-- Tuan Guru Haji Syafruddin Saleh Sai Gergaji

Warkah Muqaddimah

NILAI kebenaran Diin al-Islaam nilai yang tak terpermanai, Kebenarannya benar-benar mutlak - karena berasal dan bersumber dari Allah al-Haq al-Mubiin - yang tak bertolok banding. Nilai kebenarannya yang tak bertolok banding itu tak boleh bersaing dengan hasil pemikiran akal yang terbatas dan dangkal. Bahkan dia haruslah terus tulus bersanding dengan akal sebagai dacing penimbang serta penyeimbang kebebalan dan kebimbangan arus alur aliran pemikiran. Hal ini supaya nilai kebenaranya tidak lindap pada sikap, dan tidak tergerus akibat akal terjerumus kejumudan. Tak lagi ada dalih me-milih yang lain atau mengalih anjaknya dengan alasan kebijakan apapun jua. Kebenarannya tak perlu diragukan lagi: al-haqqu mirRabbi kum, fa la takunanna minal mumtarin (‘’Kebenaran mutlak itu dari Rabb Anda, maka jangan Anda meragukannya lagi’’, Q.S. 2, al-Baqoroh: 147; Q.S. 3, Ali ‘Imron: 60).

Gerak garit aktivitas hidup dan kehidupan tiap insan (yang mengaku) beriman, kait kelindannya mestilah menampakkan refleksi kebenaran sejati dari Diin al-Islaam itu. Kebenarannya -yang diyakini dapat membahagiakan dan menyelamatkan hidup di dunia dan di akhirat- mesti menjadi teraju hidup dan kehidupan yang padu pada sikap dan tiap perilaku. Dia tak boleh tenggelam di kolam dalam kesesatan faham pemikiran. Dia meski dengan teguh menjadi pedoman pegangan keseharian mukmin siang dan malam:

siang dijadikan tongkat
malam dijadikah suluh
penerang kelam
panas dijadikan tudung
alas pelindung
hujan dijadikan payung

Universalitas nilainya yang bernas itu mestilah pula dinyatakan dengan jelas, tegas, dan tuntas menyertai sikap tingkah perbuatan dan sikap ucap lisan atau pun tulis. Ke-arifan selektif mengutipnya pun harus tekun dilakukan bersungguh-sungguh agar nilai kebenaran Diin alIslaam itu tetap tersuguh utuh dan menyeluruh. Nilai kebenarannya supaya diungkapkan lengkap dengan keinsafan dan sikap bijak. Jika tidak, maka kemut-lakan kebenarannya tidak akan terkuak dan terbuka sebagai kebenaran haq yang mus-tahak, bahkan justru menjadi kebenaran semu dan abu-abu yang menjebak. 

Puak Melayu yang menyatakan dengan tegas bahwa: adat resam dan budayanya ber-sebati dengan Islam, tidak semestinya menjadi sebagai pernyataan yang congkak. Seyogyanya pernyataan itu haruslah kita pahami sebagai azam jati diri muslim sejati. Dari tekad yang kuat ini (diharapkan) dapat mencuatkan keyakinan yang dianut itu pada semua aspek sikap hidup dan kehidupan adat (mereka) yang bersendi syara’. Adat resam tak boleh menenggelamkan kebenaran Islam. Bahkan berbagai tradisi budaya mesti bersebati pada tiap sisi dan lininya dulu dan kini, serta harus terbentang dan terbendang terus menerus hingga ke masa panjang yang akan datang. Dia berjenang zaman berza-man sebagai azam, tidak sekedar rencah atau ulam penyedap dan sulam penghias.

Cagak budaya (orang Melayu) tegak teguh pada landasan syarak yang menjadi sen-dinya yang hakiki. Pualam resam bahasa, sastra, dan budayanya menyulam benang Islam itu. Kehidupan sosialnya kental dengan akhlaq al-kariimah dan tingkah semenggah yang berpintal pada pergaulan yang terbuka dan rela menerima pada tatarannya.

Sementang begitu, mesti pula diakui masih ada sisa-sisa dari kebiasaan lama yang tak bersesuaian dengan nilai ke-Islam-an. Taklah mengherankan andai senatai penga-ruh animis dan ke-Hindu-an renjisannya masih ada terdapat bersisa pada resa resam adat budayanya. Dakwah menarahnya oleh para ulama (tuan guru dan lebai) pada masa dahulu belum lagi selesai. Tugas para pendahulu belum lagi tuntas. Tugas kita yang sekaranglah, bagaimana dengan bijaksana menyisihkan atah dan membersihkan jelantahnya. Kita mesti menampi dan mengayaknya lagi, dan menyaringjernihkannya Tidak semua tradisi yang mesti dilestarikan. Ada yang harus dikemas ulang supaya tidak terje-bak pada lopak lecah bid’ah.

Karya Upaya UU Hamidy

Buku-buku karangan UU Hamidy dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi, yaitu: 1) yang tegas menyatakan ke-Islaman; 2) yang membayangkan ke-Islam-an; dan 3) yang tak menampakkan ke-Islam-an. Pada kelompok pertama antara lain Agama dan Kehidupan dalam Cerita Rakyat (Pekanbaru, Bumi Pustaka, 1982), Kesusastraan Is-lam di Rantau Kuantan (Pekanbaru: Pustaka Payung Sekaki, 1988), Sikap dan Pan-dangan Hidup Ulama di Riau (Pekanbaru: UIR Press, 1988). Kebudayaan Sebagai Amanah Tuhan (Pekanbaru: UIR Press, 1989, Ketaqwaan Orang Melayu (Pekanbaru: UIR Press, 1989), Estetika Melayu di Tengah Hamparan Estetika Islam - Suatu Kajian Awal (Pekanbaru: Zamrad, 1991), Pengislaman Masyarakat Sakai (Pekanbaru: UIR Press, 1992), Kerukunan Hidup Beragama di Daerah Riau (Pekanbaru, UIR Press, 1993), Potensi Lembaga Pendidikan Islam di Riau (UIR Press 1994), Islam dan Masya-rakat Melayu di Riau (Pekanbaru: UIR Press, 1999), dan Rahasia Penciptaan (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2005).

Buku-buku karangan UU Hamidy pada kelompok kedua, yang membayangkan ke-Islam-an) antara lain Sikap Orang Melayu Terhadap Tradisinya di Riau (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1981), Pengarang Melayu dalam Kerajaan Riau, dan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu bersama Raja Hamzah Yunus dan Tengku Bun Abubakar (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dwpdikbud RI, 1981), Kedudukan Kebudayaan Melayu di Riau (Pekanbaru, Bumi Pustaka, 1981), Orang Patut bersama Muchtar Ahmad (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1984), Membaca Kehidupan Orang Melayu (Pekanbaru, Bumi Pustaka, l986), Tema Keadilan dan Kebenaran dalam Karya Sastra Indonesia (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1987), Nilai Suatu Kajian Awal (Pekanbaru: UIR Press, 1993), Orang Melayu di Riau (Pekanbaru UIR Press, 1996), Cakap Rampai-rampai Budaya Melayu di Riau (Pekanbaru Unilak Press, 1997), Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji (Medan: Penerbit Sastra Leo, 1997), Masyarakat Adat Kuantan Singingi (Pekanbaru: UIR Press, 2000), Kearifan Orang Melayu di Riau Memelihara Lingkungan Hidup (Pekanbaru: UIR Press, 2001), Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2004), dan Dunia Melayu dalam Novel Bulang Cahaya dan Kumpulan Sajak Tempuling karya K Liamsi (Pekanbaru: Yayasan Sagang, 2008).

Karya-karya UU Hamidy pada klasifikasi ketiga yang tak menampakkan ke-Islam-an: Bahasa Melayu Riau (Pekanbaru, Badan Pembina Kesenian Daerah -BPKD- Provinsi Riau, 1973, dan Pustaka As, 1975), Riau Sebagai Pusat Bahasa dan Kebudayaan Melayu (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 198l), Sistem Nilai Masyarakat Pedesaan di Riau (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1982), Pembahasan Karya Fiksi dan Puisi (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1983), Tradisi Kepenyairan di Indonesia (Pekanbaru: Bumi Pustaka 1984), Pengantar Kajian Drama (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1984), Kesenian Jalur di Rantau Kuantan (Pekanbaru: Bumi Pustaka, 1986), Dukun Melayu Rantau Kuantan Riau (Pekanbaru: Melayulogi, 1986, dan Unilak Press, 1999), Rimba Kepungan Sialang (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), Kasin Niro Penyadap Enau (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), Perjuangan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam di Riau - Riwayat 38 Tahun YLPI Daerah Riau dan 26 Tahun Universitas Islam Riau, bersama Hasbullah Zaini ( Pekanbaru: UIR Press, 1989), Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Pekanbaru: Yayasan Zamrud, 1990), Perantau Jawa di Daerah Riau (Pekanbaru: UIR Press, 1992), Kamus Antropologi Dialek Melayu Rantau Kuantan (Pekanbaru: UNRI Press, 1995), Riau Doeloe, Kini, dan Bayangan Masa Depan (Pekanbaru: UIR Press, 2002), Metodologi Penelitian: Disiplin Ilmu Sosial dan Budaya (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2003), dan Demokrasi Direbut Pemimpin Belalang (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 1433H-2012M).

Rumah Kediaman, Gang Haji, 9 Zulqa’dah 1434 (15 September 2013)  

Tuan Guru Haji Syafruddin Saleh Sai Gergaji, kelahiran Indragiri 1959. Dai dan sastrawan yang menulis sejak 1970-an. Hingga kini  tetap menulis meski jarang terpublikasi.

Sumber: Riau Pos, Minggu, 22 September 2013

No comments: