-- Ayu Cipta
TEMPO.CO, Jakarta - Penyair dari berbagai daerah akan datang ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat, 27 September 2013. Mereka akan menyalurkan aspirasinya melalui gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK). Menurut Koordinator Gerakan PMK, Sosiawan Leak, para penyair ini akan membacakan puisi-puisi berbau mantera penolakan korupsi. "Kami juga akan berdiskusi mengenai buku kumpulan puisi dengan judul Puisi Menolak Korupsi Jilid II," kata Sosiawan, penyair dan deklamator, kepada Tempo, Jumat, 27 September 2013.
Menurut Sosiawan Leak, antologi puisi PMK Jilid II ini merupakan kesinambungan antologi Jilid I yang memuat puisi karya 85 penyair Indonesia. Dalam antologi jilid pertama seolah meraba penyair siapa saja yang setuju dengan gerakan menolak korupsi. Sambutan penyair ternyata hangat. "Ada 197 penyair terlibat dalam sumbangsih puisi jilid II a dan b," kata Leak.
Gayung bersambut dari KPK. Komisioner KPK Bambang Widjojanto berkenan memberikan kata pengantar dalam antologi Puisi Menolak Korupsi jilid II ini.
Dalam pengantarnya, Bambang mengapresiasi sekaligus mengucapkan selamat dan memberikan proviciat kepada para inisiator, seluruh penulis, koordinator, tim penyunting, dan juga penerbit buku: Forum Sastra Surakarta.
Bambang mengusulkan kepada pembaca, penulis, dan penikmat keindahan puisi untuk membaca buku puisi ini. "Kami mencoba membaca beberapa puisi secara lepas dan tuntas dan hasilnya sungguh menggairahkan. Setidaknya kepenatan seolah terusir karena selama ini terbiasa membaca bahasa hukum yang ajeg, kering dan linier. Kesemuanya tidak menimbulkan sensasi serta desiran keindahan," tulis Bambang dalam kata pengantar buku ini.
Menurut Bambang, antologi Puisi Menolak Korupsi adalah bentuk keterlibatan masyarakat di dalam pemberantasan korupsi yang ada landasan hukumnya dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Bukan tidak mungkin sebuah gerakan sosial pemberantasan korupsi yang bersifat struktural dilakukan dan terjadi melalui ketajaman pena dan kekuatan kata-kata yang menginsiprasi kesadaran sosial masyarakat," ujar Bambang.
Sumber: Tempo.co, Jumat, 27 September
TEMPO.CO, Jakarta - Penyair dari berbagai daerah akan datang ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat, 27 September 2013. Mereka akan menyalurkan aspirasinya melalui gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK). Menurut Koordinator Gerakan PMK, Sosiawan Leak, para penyair ini akan membacakan puisi-puisi berbau mantera penolakan korupsi. "Kami juga akan berdiskusi mengenai buku kumpulan puisi dengan judul Puisi Menolak Korupsi Jilid II," kata Sosiawan, penyair dan deklamator, kepada Tempo, Jumat, 27 September 2013.
Menurut Sosiawan Leak, antologi puisi PMK Jilid II ini merupakan kesinambungan antologi Jilid I yang memuat puisi karya 85 penyair Indonesia. Dalam antologi jilid pertama seolah meraba penyair siapa saja yang setuju dengan gerakan menolak korupsi. Sambutan penyair ternyata hangat. "Ada 197 penyair terlibat dalam sumbangsih puisi jilid II a dan b," kata Leak.
Gayung bersambut dari KPK. Komisioner KPK Bambang Widjojanto berkenan memberikan kata pengantar dalam antologi Puisi Menolak Korupsi jilid II ini.
Dalam pengantarnya, Bambang mengapresiasi sekaligus mengucapkan selamat dan memberikan proviciat kepada para inisiator, seluruh penulis, koordinator, tim penyunting, dan juga penerbit buku: Forum Sastra Surakarta.
Bambang mengusulkan kepada pembaca, penulis, dan penikmat keindahan puisi untuk membaca buku puisi ini. "Kami mencoba membaca beberapa puisi secara lepas dan tuntas dan hasilnya sungguh menggairahkan. Setidaknya kepenatan seolah terusir karena selama ini terbiasa membaca bahasa hukum yang ajeg, kering dan linier. Kesemuanya tidak menimbulkan sensasi serta desiran keindahan," tulis Bambang dalam kata pengantar buku ini.
Menurut Bambang, antologi Puisi Menolak Korupsi adalah bentuk keterlibatan masyarakat di dalam pemberantasan korupsi yang ada landasan hukumnya dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Bukan tidak mungkin sebuah gerakan sosial pemberantasan korupsi yang bersifat struktural dilakukan dan terjadi melalui ketajaman pena dan kekuatan kata-kata yang menginsiprasi kesadaran sosial masyarakat," ujar Bambang.
Sumber: Tempo.co, Jumat, 27 September
No comments:
Post a Comment