-- Siska Nurfiah
DARI luar pendapa khas Jawa itu tampak biasa saja. Sebuah meja kayu low boy buatan Inggris abad ke-18 menyambut kedatangan kami ke pendapa itu. Namun, jangan salah, bangunan itu merupakan museum yang menyimpan ribuan benda bersejarah.
Museum di Tengah Kebun, begitu Sjahrial Djalil, sang pemilik menyebutnya. Museum yang didirikan pada 2009 itu terletak di lahan seluas 4.200 meter persegi di Kemang Timur Raya, Jakarta Selatan, dengan 3.500 meter perseginya adalah kebun.
Selama 42 tahun, pria berusia 76 tahun itu mengumpukan 2.481 benda bersejarah. Bahkan bila dihitung dapat melebihi 4.000 jenis dari 63 negara dan 21 provinsi.
"Ia 26 kali mengelilingi bumi, untuk mengejar beragam barang bersejarah tersebut. Mulai benda zaman Triassik, Jurasic, hingga peradaban abad 20-an," ungkap Mirza Djalil, 51, keponakan Sjahrial yang mengantar Media Indonesia berkeliling.
Mengembalikan ke Tanah Air
Sekitar 80% koleksinya dari luar negeri. Namun, banyak juga barang warisan Indonesia yang bernilai tinggi di luar negeri. Misalnya, arca Bodhisatwa Wajrapani, dari Magelang dari abad ke-10 yang ada di Sidney Australia. Untuk memulangkannya, pria berdarah Bukit Tinggi, Sumatra, kelahiran Pekalongan, itu menukarnya dengan apartemen miliknya di Sidney. Termasuk pecahan arca asal Klaten yang ada di Belanda, ia pulangkan dengan merogoh kocek cukup besar.
"Ia begitu sedih karena tidak pernah menemui orang Indonesia di balai lelang Christie, tempat benda bersejarah ini banyak berasal. Karena salah satu misi bapak (Sjahrial) dalam hidupnya adalah ingin mengembalikan barang-barang heritage Indonesia kembali pulang ke Tanah Air," ungkap Mirza.
Penyuka benda sejarah itu, kata Mirza, banyak berburu barang melalui lelang Christie di berbagai negara. Lelang dipilihnya karena memiliki keaslian sertifikat dan setiap barang didampingi dua tim dari sejarah dan artefak untuk memverifikasi, serta memiliki catatan pemilik sebelumnya.
Dalam lelang, Sjahrial bersaing dengan pengusaha dari Abu Dhabi dan museum-museum di luar negeri. Beberapa koleksinya pun memiliki kembaran di beberapa museum besar di dunia, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Tak pelak, beberapa ahli waris menginginkan kembali barang mereka. Misalnya, keturunan Kaisar Wilhelm I (Jerman), yang menginginkan lukisan nenek moyangnya untuk dikembalikan. Hanya, Sjahrial menolaknya.
Namun tak jarang, Sjahrial tidak sengaja menemukan benda bersejarah saat ia berdinas ke berbagai daerah dan negara. Misalnya, arca Wisnu abad ke-10 yang ia temukan setengah terkubur di Jawa Tengah. Akan tetapi, semua benda itu ia konsultasikan keasliannya ke ahli sejarah dan artefak Indonesia dari Museum Nasional.
Yang menarik dari museum ini ialah tata letak barang bersejarah. Kebanyakan diletakkan seperti perabotan rumah. Bahkan pengunjung bebas memasuki ruang tidurnya yang penuh benda bersejarah, salah satunya lukisan Picasso. Namun, ada ruangan khusus untuk menyimpan benda berharga.
Untuk mengamankannya, museum itu memiliki lebih dari 10 kamera CCTV, dan jumlah pengunjung hanya dibatasi 7-12 orang saja, pada Rabu-Kamis dan Sabtu-Minggu.
"Makanya, sangat disayangkan pula saat saya mendengar ada barang bersejarah yang hilang di museum. Karena benda ini begitu bernilai, bukan nominalnya, tapi nilai historis yang begitu berharga," imbuhnya.
Koleksi daerah
Berbeda dengan Museum di Tengah Kebun, Museum Siwalima di Ambon, Maluku, mengutamakan koleksi khas Ambon. Misalnya, sejumlah patung dan aksesoris dari kayu yang berusia ratusan tahun. Bahkan di salah satu sisi museum terdapat koleksi mas kawin dari salah satu kepala suku di Ambon, berupa gading gajah dan gelang.
Jantje Leasa, selaku koordinator konservasi museum, mengaku terdapat 5.000 koleksi museum itu didatangkan dari suku-suku yang ada di kota musik itu. "Kita meminta kepada setiap suku untuk menyerahkan beberapa item bersejarah mereka untuk koleksi," ujar Jantje.
Museum Siwalima terletak di Taman Makmur, Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Propinsi Maluku. Terdapat dua bangunan di kawasan itu, bangunan satu disebut museum kelautan Siwalima, yakni tempat menyimpan sejarah kelautan masyarakat Ambon, benda-benda, dan binatang laut. Koleksi terbesar di sana ialah tiga kerangka ikan paus dengan panjang 9 meter, 17 meter, dan 19 meter.
Akan halnya di bangunan dua disebut museum budaya Siwalima. Bangunan dua tingkat itu berisi replika bangunan asli Maluku, pakaian adat, perlengkapan upacara, dan lainnya.
Jantje mengklaim mereka sudah mengoleksi semua warisan yang ada di Ambon, kecuali beberapa yang berada di luar negeri. "Kebanyakan dibawa keluar negeri, apalagi di Belanda. Di sana koleksinya lengkap dan lebih baik kondisinya dibandingkan di sini," ujarnya.
Selain itu, Jantje menyayangkan sampai saat ini pemerintah tidak memiliki aturan untuk menarik benda bersejarah yang dimiliki perorangan. "Sampai saat ini cuma ada aturan melarang barang dibawa ke luar negeri. Belum ada aturan menarik barang bersejarah dari orang per orang," tutupanya. (M-5)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 29 September 2013
DARI luar pendapa khas Jawa itu tampak biasa saja. Sebuah meja kayu low boy buatan Inggris abad ke-18 menyambut kedatangan kami ke pendapa itu. Namun, jangan salah, bangunan itu merupakan museum yang menyimpan ribuan benda bersejarah.
Museum di Tengah Kebun, begitu Sjahrial Djalil, sang pemilik menyebutnya. Museum yang didirikan pada 2009 itu terletak di lahan seluas 4.200 meter persegi di Kemang Timur Raya, Jakarta Selatan, dengan 3.500 meter perseginya adalah kebun.
Selama 42 tahun, pria berusia 76 tahun itu mengumpukan 2.481 benda bersejarah. Bahkan bila dihitung dapat melebihi 4.000 jenis dari 63 negara dan 21 provinsi.
"Ia 26 kali mengelilingi bumi, untuk mengejar beragam barang bersejarah tersebut. Mulai benda zaman Triassik, Jurasic, hingga peradaban abad 20-an," ungkap Mirza Djalil, 51, keponakan Sjahrial yang mengantar Media Indonesia berkeliling.
Mengembalikan ke Tanah Air
Sekitar 80% koleksinya dari luar negeri. Namun, banyak juga barang warisan Indonesia yang bernilai tinggi di luar negeri. Misalnya, arca Bodhisatwa Wajrapani, dari Magelang dari abad ke-10 yang ada di Sidney Australia. Untuk memulangkannya, pria berdarah Bukit Tinggi, Sumatra, kelahiran Pekalongan, itu menukarnya dengan apartemen miliknya di Sidney. Termasuk pecahan arca asal Klaten yang ada di Belanda, ia pulangkan dengan merogoh kocek cukup besar.
"Ia begitu sedih karena tidak pernah menemui orang Indonesia di balai lelang Christie, tempat benda bersejarah ini banyak berasal. Karena salah satu misi bapak (Sjahrial) dalam hidupnya adalah ingin mengembalikan barang-barang heritage Indonesia kembali pulang ke Tanah Air," ungkap Mirza.
Penyuka benda sejarah itu, kata Mirza, banyak berburu barang melalui lelang Christie di berbagai negara. Lelang dipilihnya karena memiliki keaslian sertifikat dan setiap barang didampingi dua tim dari sejarah dan artefak untuk memverifikasi, serta memiliki catatan pemilik sebelumnya.
Dalam lelang, Sjahrial bersaing dengan pengusaha dari Abu Dhabi dan museum-museum di luar negeri. Beberapa koleksinya pun memiliki kembaran di beberapa museum besar di dunia, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Tak pelak, beberapa ahli waris menginginkan kembali barang mereka. Misalnya, keturunan Kaisar Wilhelm I (Jerman), yang menginginkan lukisan nenek moyangnya untuk dikembalikan. Hanya, Sjahrial menolaknya.
Namun tak jarang, Sjahrial tidak sengaja menemukan benda bersejarah saat ia berdinas ke berbagai daerah dan negara. Misalnya, arca Wisnu abad ke-10 yang ia temukan setengah terkubur di Jawa Tengah. Akan tetapi, semua benda itu ia konsultasikan keasliannya ke ahli sejarah dan artefak Indonesia dari Museum Nasional.
Yang menarik dari museum ini ialah tata letak barang bersejarah. Kebanyakan diletakkan seperti perabotan rumah. Bahkan pengunjung bebas memasuki ruang tidurnya yang penuh benda bersejarah, salah satunya lukisan Picasso. Namun, ada ruangan khusus untuk menyimpan benda berharga.
Untuk mengamankannya, museum itu memiliki lebih dari 10 kamera CCTV, dan jumlah pengunjung hanya dibatasi 7-12 orang saja, pada Rabu-Kamis dan Sabtu-Minggu.
"Makanya, sangat disayangkan pula saat saya mendengar ada barang bersejarah yang hilang di museum. Karena benda ini begitu bernilai, bukan nominalnya, tapi nilai historis yang begitu berharga," imbuhnya.
Koleksi daerah
Berbeda dengan Museum di Tengah Kebun, Museum Siwalima di Ambon, Maluku, mengutamakan koleksi khas Ambon. Misalnya, sejumlah patung dan aksesoris dari kayu yang berusia ratusan tahun. Bahkan di salah satu sisi museum terdapat koleksi mas kawin dari salah satu kepala suku di Ambon, berupa gading gajah dan gelang.
Jantje Leasa, selaku koordinator konservasi museum, mengaku terdapat 5.000 koleksi museum itu didatangkan dari suku-suku yang ada di kota musik itu. "Kita meminta kepada setiap suku untuk menyerahkan beberapa item bersejarah mereka untuk koleksi," ujar Jantje.
Museum Siwalima terletak di Taman Makmur, Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Propinsi Maluku. Terdapat dua bangunan di kawasan itu, bangunan satu disebut museum kelautan Siwalima, yakni tempat menyimpan sejarah kelautan masyarakat Ambon, benda-benda, dan binatang laut. Koleksi terbesar di sana ialah tiga kerangka ikan paus dengan panjang 9 meter, 17 meter, dan 19 meter.
Akan halnya di bangunan dua disebut museum budaya Siwalima. Bangunan dua tingkat itu berisi replika bangunan asli Maluku, pakaian adat, perlengkapan upacara, dan lainnya.
Jantje mengklaim mereka sudah mengoleksi semua warisan yang ada di Ambon, kecuali beberapa yang berada di luar negeri. "Kebanyakan dibawa keluar negeri, apalagi di Belanda. Di sana koleksinya lengkap dan lebih baik kondisinya dibandingkan di sini," ujarnya.
Selain itu, Jantje menyayangkan sampai saat ini pemerintah tidak memiliki aturan untuk menarik benda bersejarah yang dimiliki perorangan. "Sampai saat ini cuma ada aturan melarang barang dibawa ke luar negeri. Belum ada aturan menarik barang bersejarah dari orang per orang," tutupanya. (M-5)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 29 September 2013
No comments:
Post a Comment