JAKARTA (Lampost): Buku puisi, Rontaan Masehi karya wartawan Media Indonesia Iwan Kurniawan diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jasin, TIM, Jakarta, Jumat (20-9).
Menurut Djajat, puisi-puisi Iwan menggambarkan kemuraman yang sangat kental. Dengan judul apa pun, nuansa kemuraman itu tidak dapat disembunyikan bahkan dengan diksi yang garang seperti artileri.
Namun, kemuraman ini merupakan salah satu kekuatan Iwan. Menggunakan puisi berbau kemarahan atau kekecewaan bukanlah hal yang aneh karena sesuatu yang bernama kemarahan saat ini begitu mudah ditemukan.
Ini memang merupakan tafsir dan sebuah karya yang diluncurkan ke publik adalah milik publik dan tentu saja publik berhak memberikan berbagai tafsir. Setiap orang memang berhak memberi tafsir, apalagi kini demokratisasi dalam berkesenian sudah sangat luas. Setiap tafsir justru menambah kekuatan sebuah karya.
Menurut Gerson, puisi Iwan juga tentang berbagai hal dalam kehidupan. Di dalamnya ada absurditas, kritik sosial, dan ada kehidupan. Semuanya diramu dengan pergolakan dan pergulatan batin yang tak kenal kata akhir.
Absurditas kehidupan, kata Gerson, menjadi cermin betapa kehampaan dan kefanaan selalu menyertai di mana pun kita berada. Sebagai wartawan, sisi humanistik dalam puisi ini kental terasa. Sementara itu, budayawan Mudji Sutrisno mengatakan ruang sastra di media massa makin sempit.
Peluncuran buku puisi ini dihadiri berbagai kalangan. (HES/S1)
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 21 September 2013
Menurut Djajat, puisi-puisi Iwan menggambarkan kemuraman yang sangat kental. Dengan judul apa pun, nuansa kemuraman itu tidak dapat disembunyikan bahkan dengan diksi yang garang seperti artileri.
Namun, kemuraman ini merupakan salah satu kekuatan Iwan. Menggunakan puisi berbau kemarahan atau kekecewaan bukanlah hal yang aneh karena sesuatu yang bernama kemarahan saat ini begitu mudah ditemukan.
Ini memang merupakan tafsir dan sebuah karya yang diluncurkan ke publik adalah milik publik dan tentu saja publik berhak memberikan berbagai tafsir. Setiap orang memang berhak memberi tafsir, apalagi kini demokratisasi dalam berkesenian sudah sangat luas. Setiap tafsir justru menambah kekuatan sebuah karya.
Menurut Gerson, puisi Iwan juga tentang berbagai hal dalam kehidupan. Di dalamnya ada absurditas, kritik sosial, dan ada kehidupan. Semuanya diramu dengan pergolakan dan pergulatan batin yang tak kenal kata akhir.
Absurditas kehidupan, kata Gerson, menjadi cermin betapa kehampaan dan kefanaan selalu menyertai di mana pun kita berada. Sebagai wartawan, sisi humanistik dalam puisi ini kental terasa. Sementara itu, budayawan Mudji Sutrisno mengatakan ruang sastra di media massa makin sempit.
Peluncuran buku puisi ini dihadiri berbagai kalangan. (HES/S1)
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 21 September 2013
No comments:
Post a Comment