Sunday, September 08, 2013

[Jendela Buku] Menghadapi Mimpi secara Konsisten

-- Dwindhi Swandhani

PEKERJAAN kontrak di pabrik pengolahan kapas memang lebih baik daripada bertani di desa, tetapi aku masih terdaftar sebagai petani dan jika hal itu tidak berubah, aku tetap terjebak di anak tangga masyarakat paling bawah' (hlm 33).

Melalui novel autobiografi Di Bawah Bendera Merah ini, Mo Yan menceritakan perjalanan masa kecilnya hingga menjadi seorang penulis yang ternama di negaranya dan bahkan mancanegara. Dengan gaya bahasa serta alur cerita yang menarik, Mo Yan berusaha mengemukakan cita-cita masa kecil yang terus berkembang, perjuangan mengangkat strata sosial, hingga pada kisah percintaan melalui simbol-simbol yang unik.

Novel ini diceritakan mulai pengusirannya dari sekolah di kelas 5 SD karena alasan yang klise. Sosok Mo Yan digambarkan sebagai pribadi yang selalu sial dan menjadi sasaran hal-hal yang negatif. Diam-diam, Mo Yan mengagumi teman sekolahnya, He Zhiwu, saat dikeluarkan dari sekolah, serta obsesinya untuk menjadi seperti ayah Lu Wenli. Yang pada akhir akhir cerita, sumber obsesinya sebenarnya ialah cintanya kepada Lu Wenli.

Dalam latar kebudayaan serta perubahan politik di China, Mo Yan dari seorang anak petani miskin yang awalnya hanya berani bercita–cita sebagai sopir truk ternyata dipandang sebagai anak yang pintar dan berbakat.

Mo Yan kemudian mampu membuktikan diri menjadi orang yang berpendidikan tinggi serta terpandang. Namun yang lebih menarik dari memoar ini ialah saat Mo Yan mengangkat kisah percintaan He Zhiwu kepada Lu Wenli dan mungkin juga cintanya sendiri, yang membawa truk GAZ 51 menjadi tokoh sangat penting dalam buku ini.

Mo Yan menempatkan truk buatan Soviet itu sebagai sebuah lambang kecepatan, kekuatan, dan kekuasaan. GAZ 51 secara simbolis telah menjadi lompatan cita-cita Mo Yan dari hanya sopir truk kemudian mendorongnya untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Truk itu kemudian juga diceritakan Mo Yan sebagai lambang obsesi He Zhiwu untuk mengejar kesuksesan dan merebut hati Lu Wenli. Selanjutnya dalam khayalan yang ringan tapi berkesan, Mo Yan mampu menghidupkan kisah pertemuan GAZ 51 dengan truk sejenis sebagai pasangan hidupnya.

Secara keseluruhan, novel autobiografi singkat ini mampu membangkitkan motivasi pembacanya untuk mengembangkan mimpi serta konsisten terhadap cita-cita meski mungkin menghadapi kegagalan atau dihambat oleh keadaan. Namun bila pembaca membutuhkan gambaran detail mengenai latar tempat dan waktu dalam novel ini, Mo Yan menjelaskan dengan terbatas hal tersebut.

Sampul novel ini mengambil bagian pada saat He Zhiwu hendak menyatakan cinta kepada Lu Wenli. Di sepanjang cerita, Mo Yan sama sekali tidak menampilkan ketertarikannya untuk masuk sebagai anggota partai. Bagi para pembaca yang awam tentang sosok Mo Yan seperti saya, novel ini bisa menjadi pengantar yang sangat menarik untuk lebih mengenal pemenang Hadiah Nobel Sastra 2012 itu. (M-2)

Dwindhi Swandhani, anggota Komunitas OPMI 

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 8 September 2013
 

No comments: