Sunday, September 22, 2013

[Jeda] Mengangkat Gengsi Kopi Tradisional

SEBUAH warung angkringan di utara Stasiun Tugu, Yogyakarta semakin malam kian ramai. Salah satu pelayan tampak membawa baki berisi beberapa gelas kopi hitam.

Namun tidak seperti kopi biasa, dalam hitamnya air menyembul arang yang membara. Ketika pertama arang dicelupkan, air kopi bergolak dan keluarlah suara 'josss'. Suara khas ini pula yang menjadi cikal nama kopi itu.

Kobar, pengelola angkringan Lik Man itu, menjelaskan bahwa Kopi Joss sudah ada sejak era 70-an. Ketika itu Lik Man, ayah mertuanya, kedatangan pembeli yang meminta segelas kopi yang dimasak dalam kaleng susu agar kopi benar matang.

Tidak punya kaleng susu, Lik Man memutar otak. "Kopi dikasih mowo (arang yang membara) biar matang," ujar Kobar, Sabtu (14/9). Tak disangka, inovasi dadakan itu berhasil hingga cerita Kopi Joss pun menyebar dan terkenal hingga sekarang.

Bukan hanya Kopi Joss, Indonesia juga memiliki ragam penyajian kopi tradisional lainnya. Di Toraja terdapat cara memasak kopi di dalam batang bambu.

Biji kopi yang sudah disangrai, dimasukkan ke bambu bersama daun kopi dan dimasak selama 15 menit. Setelah matang, kopi dihidangkan di gelas yang juga terbuat dari bambu.

Penyajian kopi tradisional lainnya dan yang jamak hingga kini ialah kopi tubruk. Menyajikan kopi ini mudah saja, yakni dengan mendidihkan atau menyeduh bubuk kopi murni bersama gula.

Mengangkat lagi penyajian kopi tradisional kini menjadi tekad komunitas pecinta kopi. Selain menonjolkan cita rasa asli kopi, penyajian tradisional, terutama kopi tubruk, dinilai lebih sehat ketimbang kopi instan.     (AT/M-4)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 22 September 2013

No comments: