Saturday, June 28, 2008

Mengemas Ulang Pesan Moral Lagu Daerah

[JAKARTA] Lagu daerah anak mengandung banyak nasihat, pantun dan sindiran lucu. Meskipun kerap terlupakan, lagu-lagu itu memiliki pesan moral yang baik mengenai pedoman hidup. Sebut saja, lagu Tokecang yang berpesan agar anak-anak tidak membuang-membuang makanan.

Paduan Suara Anak Indonesia (Repro)

Lagu daerah yang berasal dari Jawa Barat yang sudah familiar ini, menjadi hits andalan dalam album Lagu Daerah Anak-Anak Nusantara yang diluncurkan PT Gema Nada Pertiwi (GNP) pada Rabu (25/6) di Jakarta. Pembuatan album ini melibatkan enam artis cilik GNP yang memenangi perlombaan yang diselenggarakan GNP pada tahun 2007. Selain itu, pemain biola cilik Clarissa Tamara dan musisi Batak Tarzan Simamora terlibat dalam album ini.

Maman Piul, seorang pemusik dan arranger album ini mengatakan, sekitar 20 lagu daerah dan nasional ditampilkan dalam album ini. Sekitar 60 persen lagu daerah lebih mendominasi daripada lagu nasional.

Maman yang juga pernah menggarap album milik Iwan Fals mengungkapkan, lagu daerah penuh dengan petuah dan nilai filosofi yang berguna tentang pandangan hidup dan fenomenanya. Dipilihnya lagu Tokecang sebagai menu utama dalam album ini Tokecang adalah lagu daerah yang sudah nasional, siapa pun tahu lagu ini, mulai dari orang dewasa sampai dengan anak kecil.

Selain itu, lagu ini juga memuat sebuah pesan yang sangat berarti, yaitu tentang orang yang suka makan banyak sampai melampaui batas. Hal ini mengatakan bahwa tidak baik untuk menjadi serakah, makan banyak merepresentasikan orang yang rakus dan hanya mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada sekitarnya.

Maksud tersirat dalam lagu ini, bahwa sebaiknya manusia hidup untuk saling berbagi karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari lingkungannya.

Selain Tokecang, lagu asal tanah Betawi Ondel-Ondel juga menjadi jawara dalam album ini.

Dalam lirik ini, diceritakan bahwa boneka ondel-ondel dapat menari jingkrak-jingkrak dan hal ini dapat mengundang gelak tawa siapa saja, khususnya anak-anak. Kehadiran ondel-ondel diharapkan agar si pengantin sunat dapat melupakan kesakitannya. Kepedulian terhadap teman menjadi nilai yang esensial sebagai pesan moral dalam lagu ini selain fungsi utama ondel-ondel sebagai leluhur yang melindungi anak cucunya.

Maman mengatakan, keberadaan lagu tidak terlepas dari konteks budaya. Kedatangan Tionghoa dan bangsa Arab di Batavia dalam melakukan perdagangan di jalur sutera, termasuk di tanah Batavia. Konon, masyarakat Betawi merupakan keturunan dari percampuran Tiongkok dan Arab. Karena itu, dalam lagu pun Betawi masih terkait erat pada nuansa Mandarin.

Itulah sebabnya, musik disebut bagian dari peradaban. Lagu anak-anak tradisional mulai kehilangan pamor. Hal inilah yang dikhawatirkan Maman sebagai musisi yang peduli terhadap lagu-lagu Tanah Air.

"Banyak anak-anak sekarang lebih hafal menyanyikan lagu-lagu remaja yang topiknya seputar kisah percintaan. Anak-anak itu belum cukup umur untuk menyanyikannya. Kemunculan band-band remaja yang marak di pertelevisian Tanah Air membuat anak-anak lebih suka menyanyikan lagu-lagu yang lebih modern," tuturnya. [DGT/U-5]

Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 28 Juni 2008

No comments: