Friday, June 27, 2008

Bahari: Kora-kora Warisan Budaya dari Banda

SELAT sempit antara Pulau Naira dan Banda Besar di Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Provinsi Maluku, siang itu, pertengahan Mei, dipadati perahu motor. Penumpang membeludak hingga berdesakan di atap kapal kayu tradisional itu. Mereka berarakan membelah laut mengiringi perahu kora-kora yang meluncur cepat membelah gelombang.

Siap Bertanding (Agung Setyahadi/Kompas Images)

Teriakan para penonton dan komandan kora-kora serta genderang perang memecah kesunyian pulau di tengah Laut Banda itu. Semangat 30 pendayung di setiap kora-kora membuncah bersamaan dengan cipratan air ke udara. Kora-kora melesat dari kampung Salamon di Banda Besar menuju titik akhir di Pelabuhan Naira.

Semangat para pendayung mengingatkan pada perlawanan pejuang Banda terhadap kolonial Belanda yang ingin memonopoli pala. Pada awal abad ke-17, kora-kora merupakan perahu perang yang dilengkapi dengan meriam kecil untuk menghancurkan kapal-kapal Belanda. Perahu ini sempit tetapi panjang, mampu meluncur cepat tetapi rawan terbalik.

Kora-kora telah menuntaskan tugas utama sebagai perahu perang. Namun, kebanggaan atas kora-kora tetap langgeng di hati masyarakat Banda. Setiap kampung adat di Kepulauan Banda memiliki perahu kora-kora lengkap dengan ”pasukan” dayung. Upacara ritual dalam pembuatan perahu hingga persiapan turun ke laut juga masih dipegang teguh.

Warisan budaya bahari kora-kora kini berevolusi menjadi atraksi wisata di Banda, melengkapi keindahan alam bawah lautnya. Bagi wisatawan, balap kora-kora menjadi hiburan yang menyenangkan.

Namun, bagi masyarakat Banda kemenangan dalam balapan kora-kora merupakan kebanggaan luar biasa yang tak bisa dibandingkan dengan nilai hadiah perlombaan. Kora-kora adalah akar budaya bahari masyarakat Banda.

Foto dan teks: Agung Setyahadi

Sumber: Kompas, Jumat, 27 Juni 2008

No comments: