Jakarta, Kompas - Cerpen ”Cinta di Atas Perahu Cadik” (dimuat di Kompas, Minggu, 10 Juni 2007) karya Seno Gumira Ajidarma dipilih dewan juri Ayu Utami dan Sapardi Djoko Damono sebagai Cerpen Terbaik Kompas Tahun 2007. Cerpen Seno tersebut menyisihkan 14 cerpen Kompas pilihan 2007 yang dibukukan dan Kamis (26/6) diluncurkan. Bersamaan dengan itu juga digelar Pameran Ilustrasi Kompas.
Sastrawan Seno Gumira Ajidarma memberikan sambutan setelah menerima penghargaan sebagai penulis cerpen terbaik Kompas pilihan 2007 di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (26/6). Karya Seno, "Cinta di Atas Perahu Cadik", terpilih bersama 13 cerpen lainnya yang diterbitkan bersama dalam buku Cerpen Kompas Pilihan 2007. (KOMPAS/LASTI KURNIA)
Sapardi dalam pidato pertanggungjawabannya selaku juri mengatakan, agak sulit menjelaskan alasannya menentukan cerpen yang terbaik karena penilaian juri subyektif.
Atas karya terbaiknya itu, Seno mendapatkan penghargaan yang diserahkan Pemimpin Redaksi Kompas Bambang Sukartiono. Bagi Seno, ini adalah cerpen keduanya yang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas. Sebelumnya, karya Seno yang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas adalah ”Pelajaran Mengarang”, saat pertama kali Kompas membukukan cerpen-cerpen pilihan.
”Tak ada yang juara. Yang ada adalah kemenangan wacana,” kata Seno dalam sambutan singkatnya.
Cerpenis lain yang diperkenalkan dan karya-karya dimuat dalam buku Cinta di Atas Perahu Cadik: Cerpen Kompas Pilihan 2007 adalah Adek Alwi, Agus Noor, Budi Darma, Damhuri Muhammad, Djenar Maesa Ayu, Eka Kurniawan, Fransisca Dewi Ria Utari, GM Sudharta, Gus tf Sakai, Puthut EA, Soeprijadi Tomodihardjo, Triyanto Wonokromo, Ugoran Prasad, dan Wilson Nadeak.
Sapardi mencermati, pada cerpen-cerpen Kompas ada yang khas, yakni ”goyangan” kelisanan dengan keberaksaraan, yang agak terasa. Ada keinginan cerpenis untuk berbicara kepada orang (pembaca). Namun, karena ruang terbatas, tak memungkinkan cerpenis menata peristiwa-peristiwa dalam urutan yang teratur.
Wakil Pemimpin Umum Kompas St Sularto mengatakan, cerpen sudah ada di Kompas sejak tahun 1978, tetapi baru dibukukan dalam bentuk cerpen-cerpen terpilih sejak 1991 sampai sekarang.
”Sejak dua tahun lalu, penjurian untuk memilih cerpen terbaik dilakukan oleh juri dari pihak luar yang ditunjuk Kompas. Sebelumnya hanya dilakukan oleh orang dalam lingkungan Kompas sendiri,” katanya.
Menurut Sapardi, agar cerpen tetap dibaca orang—karena harus bersaing dengan berita—cerpen harus lebih sensasional dari berita. (NAL)
Sumber: Kompas, Jumat, 27 Juni 2008
No comments:
Post a Comment