Monday, June 02, 2008

The Global Nexus: Pancasila, San Min Chu I, dan Lincoln

-- Christianto Wibisono*

HARI Jumat 6 Juni adalah hari kelahiran Bung Karno yang ke-107. Menjadi presiden pada umur 44, dilengserkan merangkak 1966-1968 dan wafat dalam isolasi politik rezim Soeharto pada 21 Juni 1970. Di beranda Istana Merdeka. saya (C-W) melakukan wawancara imajiner dengan Bung Karno (BK) mengulangi debut 1977.

CW: Selamat pagi Pak, Hari Lahirnya Pancasila telah diperingati di Monas dengan sukses oleh Megawati dan PDI-P, tapi juga diwarnai oleh insiden aksi FPI terhadap AK-KBB. Apa komentar bapak terhadap perkembangan ambivalent itu?

BK: Pancasila adalah ideologi kelas global, suatu sinergi yang memasukkan elemen dari Abraham Lincoln, a government of the people, by the people and for the people. Analog dengan San Min Chu I dari Bapak Tiongkok modern, DR Sun Yat Sen, Min Chu, Min Chuan, dan Min Sheng. Nasionalisme, Sosialisme dan Demokrasi. Dipayungi faktor iman Ketuhanan Yang Maha Esa dan penghormatan kepada kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi, Pancasila bukan sekadar Marhaenisme lokal, tapi bisa menjadi acuan global jika elite dan Bangsa Indonesia melakukan secara konsisten dan konsekuen. Saya akui bahwa saya sendiri kurang berhasil menerapkan Pancasila secara faktual. Karena saya sibuk merebut Irian Barat dan energi terkuras mengatasi dua musuh bebuyutan TNI/AD dan PKI. Kata kunci ialah elite Indonesia munafik dalam menerapkan Pancasila.

Gus Dur telah memberikan reaksi terhadap aksi kekerasan 1 Juni. Saya telah berpolemik dengan Natsir sejak tahun 1926 bertema Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Saya telah mengupayakan persatuan ketiga "ideologi" itu dalam Nasakom. Komnya dihapus total setelah G30S, maka tinggallah nasionalisme yang diwakili oleh TNI/AD menghadapi "Islam politik" dengan pelbagai pasang surut dan pragmatisme di era Orde Baru. Dalam arsitektur awal Orde Baru, militerisme dan otoriterisme dianggap benteng paling kuat seperti Kemal Attaturk melakukan sekularisasi di Turki. Setelah konflik Soeharto-Benny Moerdani, maka Soeharto mulai berkoalisi dengan ICMI Habibie yang tidak didukung Gus Dur pluralis. Pada mandala global komunisme berantakan dan arus khilafah mulai mengglobal dengan sukses Ayatollah Khomeini mendirikan rezim mullah di Iran, disusul Taliban menggusur superpower Uni Soviet dari Afghanistan.

Teoretisi Francis Fukuyama yang terburu memproklamirkan doktrin The End of History

berbasis dialektika Hegelian bahwa demokrasi liberal Barat akan menjadi jawaban sistem politik universal, akan digeser oleh doktrin benturan peradaban Samuel Huntington, the Clash of Civilizations antara tiga peradaban besar, Islam, Confucius dan Barat. Belakangan muncul teori besar baru, yaitu Kebangkitan Asia dan Timur Tengah yang sukses membangun ekonomi dan kelas menengah, serta mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan serta peluang masa depan yang lebih baik bagi 2 miliar lebih penduduk Tiongkok dan India. Inilah gelombang baru teori Kebangkitan Asia

yang didukung oleh banyak pakar dan teoretisi mulai dari Kishore Mahbubani, Parag Khanna, Amy Chua, Gabor Steingart, Fareed Zakaria, dan lain-lain. Barisan kelas menengah dan elite tercerahkan di Timur Tengah sudah mulai mengikuti jejak Deng Xiaoping dan India untuk bersikap eklektik dalam percaturan global. Sovereign Wealth Fund (SWF), pengelola Aset Timur Tengah modern, bersama Tiongkok dan India serta Singapura, sekarang ini malah menggantikan peran IMF, menyelamatkan bank-bank papan atas Eropa dan AS seperti UBS dan Citibank, sedang IMF-nya sendiri akan melakukan PHK dan menjual cadangan emas karena defisit. Di dalam reverse renaissance ini, Asia yang menjadi penabung terbesar sedunia, sekarang dan kelak akan menjadi "penyelamat" krisis AS dan Eropa. Modernisasi dan Renaisans Asia ini jika tidak dihayati oleh elemen dogmatik fanatik abad ke-7 dan dibiarkan mengambil alih Indonesia maka percuma saja menggelar peringatan Lahirnya Pancasila. Jika di depan hidung ratusan ribu kader Pancasila, sesama anak bangsa dilecehkan dan diserang oleh elemen yang dibiarkan oleh aparat. Saya berdoa kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa mencerahkan elite Indonesia agar tidak terjebak pada keterkucilan dan keterbelakangan dalam pencerahan peradaban yang sedang berlangsung di Asia secara signifikan. Percuma saja Pancasila lahir bila sesama bangsa Indonesia tidak bisa toleran dan mawas diri.

Heboh Demo BBM

CW: Sebagai negarawan bapak sudah mawas diri, semoga didengar oleh elite yang sedang panik oleh kenaikan harga BBM. Ada petuah Bapak soal heboh demo BBM?

BK: Saya ikut prihatin dengan pola konfrontasi mahasiswa dan aparat yang masih timbul di era reformasi. Tahun 1966 mahasiswa sudah sampai di depan istana, karena itu Tjakrabirawa menembak, dan Arief Rahman Hakim tewas pada 23 Februari. Esoknya Jakarta dikepung people's power dan 15 hari kemudian saya terpaksa memberikan Supersemar kepada Soeharto. Tahun 1974 konspirasi busuk Malari makan korban rakyat. Tahun 1978 tentara menyerbu kampus ITB karena Dewan Mahasiswa se-Indonesia menuntut Soeharto berhenti sesudah dua masa jabatan. Perhatikan bedanya, Tjakrabirawa menembak karena mahasiswa sudah "merangsek" hingga di depan Istana Merdeka. Sedang di ITB tentara menyerbu kampus. Setelah 20 tahun, kembali polisi menembaki mahasiswa yang sudah kembali ke kampus Trisakti. Aparat yang menyerbu, jelas bukan perbuatan bela diri .Kini 2008 polisi kembali menyerbu Unas, nafsu angkara aparat belum pupus di era reformasi.

CW: Tapi terkadang ada provokator yang mengadu domba.

BK: Itulah yang membuat saya sedih. Orde Baru telah mewariskan genetic pola kekerasan, intel, dan adu domba selama 30 tahun lebih. TNI/AD dan PKI di balik loyalitas semu kepada saya, saling menyusupkan intel dan double agent yang memprovokasi G-30-S dan kontra kudeta Soeharto. Pola ini diteruskan di zaman Soeharto dengan korban para jenderal saling gusur. Mula-mula Sarwo Edhie, (mertua SBY) dilempar ke Medan, Irian dan Seoul, Ibrahim Adjie ke London, Kemal Idris ke Yugoslavia, Dharsono ke Bangkok dan Phnom Penh, Alamsyah ke Den Haag dan Soemitro terguling karena Malari 1974.

Pada 1976 Ibnu Sutowo dipecat, 1980 Ali Sadikin dikucilkan, 1983 giliran Ali Moertopo digusur diganti Harmoko. M Jusuf karena terlalu populer di kalangan prajurit, hanya satu periode (1978-1983) jadi Menhankam/Pangab lalu diganti oleh Benny Moerdani. Dua jenderal Angkatan Darat, Widodo dan Widjojo Suyono, tidak diberi peluang jadi Pangab. Menurut Sudomo, di zaman kebesaran Soeharto hanya boleh ada satu "jenderal besar dari Jawa". Semua yang berpotensi jadi presiden harus direm dan digusur dari puncak ABRI. Benny Moerdani merangkap jabatan Pangab dan Pangkopkamtib karena minoritas beragama Katolik tidak mungkin jadi presiden. Ia digusur pada 1988 karena menentang Sudharmono sebagai Wapres, tapi masih diberi jabatan Menhan, Robert Hefner menguak misteri Tragedi Mei 1998 mengacu dokumen konspirasi antara ormas berbasis agama dan korps militer elite sejak Januari 1998.

Setelah Soeharto lengser 21 Mei, tetap meletus tragedi Semanggi I, II lewat cara-cara intel, provokator dan kerusuhan. Saya sedih dan dari alam kekekalan, hanya bisa berdoa. Kenapa elite Indonesia masih gemar berpenyakit konspirasi busuk. Padahal, sudah reformasi dan bisa pilpres langsung. Kenapa tidak bersabar lima tahun untuk bertanding secara jantan, kesatria, sportif, bermoral, beretika. Jangan curang dan jangan ngambek kalau kalah lantas mau mengudeta dengan segala cara. Itu semua jelas bertentangan dengan moral dan jiwa Pancasila sejati.

* Christianto Wibisono, pengamat masalah nasional dan internasional

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 2 Juni 2008

1 comment:

Unknown said...

Kapan Indonesia mau maju lha wong pendidikan politik yang diajarkan pemerintah kurang. Rakyat cuma coblos trus ngapain? Gak tau Pasrah itu mungkin yang dilakukan. Modal kebangkitan bangsa adalah partisipasi rakyat dalam pemerintahan baik itu monitoring maupun pemilihannya.
oiya pasang widget infogue.com. Bisa nambah pengunjung lho.
kayak diblog gue:
http://www.padhepokananime.blogspot.com/
artikel anda aku submit di:
Kapan Indonesia mau maju lha wong pendidikan politik yang diajarkan pemerintah kurang. Rakyat cuma coblos trus ngapain? Gak tau Pasrah itu mungkin yang dilakukan. Modal kebangkitan bangsa adalah partisipasi rakyat dalam pemerintahan baik itu monitoring maupun pemilihannya.
oiya pasang widget infogue.com. Bisa nambah pengunjung lho.
kayak diblog gue:
http://www.padhepokananime.blogspot.com/
artikel anda aku submit di:
http://politik.infogue.com/the_global_nexus_pancasila_san_min_chu_i_dan_lincoln