Jakarta, Kompas - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku. Pertimbangannya, peraturan tersebut melegalkan pemerintah melepaskan tanggung jawabnya dalam penyediaan buku gratis.
Pengajuan judical review atau uji materi itu dilakukan 11 lembaga swadaya masyarakat peduli pendidikan yang tergabung dalam Kelompok Independen untuk Advokasi Buku (KITAB).
Fitriani Sunarto, Koordinator KITAB, di Jakarta, Rabu (4/6), mengatakan, memang pemerintah melakukan hal yang baik dengan membeli hak cipta buku lalu meng-upload di internet yang bisa diakses siapa saja untuk dipakai sebagai sumber belajar.
”Kebijakan ini menjamin tersedianya buku teks pelajaran secara murah. Padahal, dalam pendidikan dasar, pendidikan itu gratis, termasuk dalam penyediaan buku teks pelajaran,” kata Fitriani. ”Ini bukti bahwa pemerintah melepaskan tanggung jawabnya secara perlahan-lahan dalam pelaksanaan pendidikan dasar gratis berkualitas,” ujarnya.
Peraturan ini juga dinilai melegalkan intervensi penguasa, seperti Kejaksaan Agung yang bisa melarang peredaran buku. Padahal, penerbit buku menerbitkan dan memasarkan buku-buku teks pelajaran yang sudah lulus dari penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan.
Selain itu, peraturan ini juga membolehkan guru, sekolah, dan dinas pendidikan menjual buku-buku yang hak ciptanya sudah dibeli pemerintah.
Tidak tepat
Ade Irawan, Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai kebijakan pemerintah yang gencar membeli hak cipta buku teks pelajaran itu dalam rangka menyediakan buku murah justru tidak tepat. Pasalnya, buku teks pelajaran itu penyediaannya menjadi tanggung jawab pemerintah.
”Terutama untuk buku teks wajib, seharusnya pemerintah menyediakan secara gratis. Ini masyarakat yang harus mencari sendiri,” kata Ade.
Menurut Ade, yang justru perlu dilakukan adalah menambah jumlah bantuan operasional sekolah (BOS) buku sehingga buku teks wajib bisa tersedia secara gratis di sekolah. Cara ini juga menghargai otonomi sekolah karena sekolah tidak dipaksa untuk memakai buku-buku tertentu.
”Pemerintah terlalu menyederhanakan persoalan dari pengadaan buku teks pelajaran ini. Sifatnya hanya jangka pendek. Kondisi ini tidak kondusif untuk pendidikan,” ujarnya. (ELN)
Sumber: Kompas, Kamis, 5 Juni 2008
No comments:
Post a Comment