-- Dony Tjiptonugroho
PERINGATAN dan perayaan Hari Kemerdekaan setiap 17 Agustus menunjukkan sisi lain bangsa Indonesia. Peristiwa yang peringatannya digelar meriah itu menampakkan kekurangan bangsa ini dalam hal pendidikan, utamanya pendidikan bahasa.
Mari cermati tulisan-tulisan besar yang dipampang di depan macam-macam struktur bangunan, dari gapura hingga gedung pencakar langit, berikut ini. Pertama, Dirgahayu Republik Indonesia Ke-62. Kedua, Hari ulang tahun Republik Indonesia Ke-62. Ketiga, Dirgahayu HUT Republik Indonesia Ke-62. Keempat, Dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia Ke-62. Kelima, Dirgahayu Republik Indonesia Ke 62.
Dalam kalimat pertama, yang mengganjal adalah penggunaan bersamaan kata dirgahayu dan ke-62. Kata dirgahayu bentukan dari dirga yang berarti panjang dan rahayu yang bermakna hidup. Kata dirgahayu, dengan demikian, dimaksudkan menyatakan panjang usia yang dalam praksisnya menjadi ucapan selamat sekaligus doa agar seseorang atau sesuatu berumur panjang.
Adapun ke-62 dibentuk dari 62 dan prefiks ke- yang dalam kasus ini membentuk numeralia berkaitan dengan tingkatan atau urutan. Kata itu melekat dan menerangkan unsur sebelumnya, yakni Republik Indonesia. Namun, di situ ada masalah pula. Republik Indonesia Ke-62 menunjukkan secara tersirat ada Republik Indonesia ke-61, ke-60, dan seterusnya.
Jadi, kalimat pertama mengandung "komplikasi" yang harus dituntaskan dengan "amputasi" unsur ke-62. Karena Dirgahayu Republik Indonesia Ke-62 mengandung makna semoga Republik Indonesia Ke-62 panjang umur, padahal maksud si penulis atau si penutur tentu bukan itu, unsur ke-62 harus dengan ikhlas dihapuskan. Yang ditulis dan diucapkan cukup Dirgahayu Republik Indonesia.
Kalimat kedua bermasalah karena penempatan unsur ke-62. Dalam kerangka diterangkan-menerangkan (DM), ke-62 menerangkan Republik Indonesia sehingga muncullah "Republik Indonesia Ke-62". Adapun Republik Indonesia Ke-62 kemudian menerangkan hari ulang tahun. Bagaimana hal tersebut diluruskan? Unsur ke-62 (juga kelak numeralia yang semaksud, misalnya ke-70 dan ke-80) harus dipindahkan ke depan Republik Indonesia, sehingga kalimat barunya hari ulang tahun ke-62 Republik Indonesia.
Setelah mengurai kalimat pertama dan kedua, kita dapat lebih cepat melihat kesalahan dalam kalimat ketiga. Tambahannya, dan yang parah, kalimat ketiga bertujuan mendoakan HUT Republik Indonesia Ke-62, bukan Republik Indonesia seperti yang seharusnya. Penyelesaian kasus ketiga bergantung pada niat si penulis atau penutur. Jika bermaksud mengucapkan, katakan langsung seperti kalimat pertama, Dirgahayu Republik Indonesia. Bila ditujukan sebagai pernyataan, tuliskan seperti kalimat kedua, Hari ulang tahun ke-62 Republik Indonesia.
Dalam kalimat keempat, kesalahan masih serupa dengan struktur-struktur sebelumnya, tetapi unsur kemerdekaan tidaklah sama persis dengan hari ulang tahun. Penggunaan kata kemerdekaan masih berterima dalam kalimat Dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia. Makna "semoga kemerdekaan Republik Indonesia berusia panjang" yang melekat pada kalimat tersebut logis dan karena itu dapat digunakan.
Kalimat kelima menunjukkan ketidakpahaman perbedaan kata depan ke dan prefiks ke- yang dapat menjadi pembentuk numeralia. Jika kalimat Dirgahayu Republik Indonesia Ke-62 diparafrasakan sesuai dengan maknanya, akan menjadi panjang umur Republik Indonesia menuju 62. Kalimat tersebut rancu meski orang dapat menduga apa maksudnya.
Ada kalimat lain yang juga salah, tetapi jarang ditemukan, yakni Selamat dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia Ke-62. Kesalahan baru dalam kalimat tersebut, yakni penggunaan secara sekaligus selamat dan dirgahayu. Dalam kasus itu, tersirat pula adanya salah kaprah dalam memaknai dirgahayu, sehingga kata tersebut dipakai dalam bentuk selamat dirgahayu.
Tulisan ini dari awal mengurai melulu kesalahan berbahasa yang terjadi justru ketika orang-orang hendak membangkitkan rasa syukur dan cinta Tanah Air dengan bahasa Indonesia di Hari Kemerdekaan. Tujuannya justru menyentuh kepekaan kita terhadap pendidikan dasar bahasa yang bertahun-tahun kita gunakan.
Pendidikan bahasa yang telah diterapkan selama ini perlu ditinjau lagi karena hasilnya menunjukkan praktik berbahasa dalam kehidupan sehari-hari masih diliputi kesalahan. Orang yang telah berpendidikan tinggi pun masih tidak dapat membedakan ke dan ke- yang mendasar. Belum ditambah dengan kesalahan penggunaan kata yang tidak tepat makna dan pembuatan kalimat yang tidak tepat struktur. n
Sumber: Lampung Post, Rabu, 24 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment