JAKARTA (Media): Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) dalam waktu dekat akan melakukan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) mengenai upaya mempercepat pemberian hak karya intelektual (HAKI) bidang budaya.
Selama ini masih banyak karya cipta budaya yang belum mendapat perlindungan hukum. Sehingga dengan mudah diklaim negara lain.
"Kami menginginkan karya-karya budaya yang belum terlindungi secara hukum segera didaftarkan dalam HAKI. Caranya secara kolektif sehingga cepat selesai," kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik yang didampingi Dirjen HAKI, Depkumham, Andy Noorsaman Sommeng, di Jakarta, akhir pekan lalu. Ia sendiri memang belum bisa memastikan kapan MoU akan ditandatangani, "Tetapi secepatnya. Ya mungkin setelah habis lebaran inilah."
Menurut Menbudpar, dengan pendaftaran secara kolektif itu, ribuan karya budaya Indonesia dimungkinkan segera mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian, bila ada klaim dari pihak luar, akan mudah untuk menuntut secara hukum. "Kita bisa mengambil hikmah dari beberapa peristiwa seperti penggunaan lagu Rasa Sayange oleh Malaysia, yang saat ini masih no name," ujarnya.
Pemda harus proaktif
Ia menambahkan, saat ini pihaknya sudah meminta pemerintah daerah segera mengumpulkan karya budaya, seperti lagu-lagu daerah, untuk didaftarkan ke HAKI. Menurut Direktur Hak Cipta, Dephumkam, warisan budaya yang terdapat di setiap daerah di Indonesia dapat dilindungi hak cipta guna menghindarkan penggunaan oleh negara lain. "Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menyebutkan warisan budaya, baik seni tari, cerita rakyat maupun aset rumah adat, merupakan salah satu ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta dan berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun," ujarnya.
Sedangkan, untuk tarian daerah yang tidak diketahui dengan pasti penciptanya karena diturunkan dari generasi ke generasi, sesuai Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta, menjadi milik bersama artinya negara yang memiliki. Selanjutnya, ayat (3) pasal itu mengatur bahwa setiap orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh izin untuk mengumumkan atau memperbanyak tarian-tarian khas suatu daerah.
Cerita rakyat juga termasuk salah satu folklore dan oleh karena itu dilindungi berdasarkan undang-undang tersebut dan pemegang hak ciptanya ialah negara dalam artian siapa pun asal berkewarganegaraan Indonesia berhak mengumumkan atau memperbanyak cerita tersebut. "Nah, kita kan punya banyak tarian daerah, rumah adat, juga pesta-pesta adat, seperti perkawinan yang di tiap daerah berbeda-beda. Itu juga sudah saatnya harus dipatenkan," ungkapnya.
Menbupar mengungkapkan, pihaknya memang sudah melakukan sosialisasi untuk menyadarkan pemegang karya budaya untuk mendaftarkan karya budaya tersebut untuk dipatenkan.
Sementara itu, Direktur Hak Cipta Departemen Kehakiman dan HAM Ansori Sinungan berpendapat, saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai timbul semangat untuk menjaga kultur dan budaya sendiri dari intervensi pihak asing. "Masyarakat mulai sadar dengan apa yang dimilikinya sehingga terlihat mulai ada kegelisahan ketika folklore bangsanya mulai terancam," ujarnya.
Belajar dari pengalaman banyaknya hasil kreativitas dan folklore bangsa yang dipakai pihak asing, sudah saatnya bangsa Indonesia harus mulai banyak melakukan kreativitas agar bisa menjadi bangsa yang unggul. (Eri/H-1).
Sumber: Media Indonesia, Rabu, 17 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment