Wednesday, October 24, 2007

Globalisasi di Akhir Prasejarah: Kawasan Batujaya sebagai Kawasan Hunian yang Luas

Jakarta, Kompas - Situs Batujaya di Karawang, Jawa Barat, turut menggambarkan adanya globalisasi di akhir masa prasejarah dan transisi yang dialami oleh masyarakat di pantai utara Jawa Barat ketika mendapat pengaruh dari luar. Di kawasan Batujaya terdapat 30 situs arkeologi yang tersebar di areal 5 kilometer persegi.

Masyarakat yang mengalami transisi itu selanjutnya menjadi masyarakat baru pendiri dan pendukung Kerajaan Tarumanagara serta mendirikan kompleks percandian di kawasan Situs Batujaya dan Cibuaya.

Globalisasi barangkali merupakan istilah yang belakangan semakin akrab dengan kian terbukanya perdagangan bebas. Namun, sejak masa prasejarah fenomena itu sudah terjadi di Nusantara. Jejaknya antara lain dapat dilihat di kawasan Situs Batujaya. Di situs itu pula terlihat dengan baik masa transisi dari masa perundagian ke masa kerajaan hingga perkembangan Kerajaan Tarumanagara.

Demikian benang merah disertasi Kompleks Percandian di Kawasan Situs Batujaya, Karawang, Jawa Barat, Kajian Sejarah Kebudayaan yang dipertahankan oleh Hasan Djafar untuk memperoleh gelar doktor dalam bidang Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi di Universitas Indonesia, Selasa (23/10). Hasan Djafar lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Disertasi merupakan hasil penelitian terpadu bidang arkeologi untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan daerah pantai utara Jawa Barat berdasar peninggalan arkeologi melalui survei dan eskavasi di kawasan Situs Batujaya, Karawang, Jawa Barat, sejak 1985-2006. Cakupan waktu meliputi masa akhir prasejarah (akhir masa perundagian) hingga masa akhir Tarumanagara, kurun waktu abad ke-2 hingga abad ke-10.

Hunian luas


Hasan mengatakan, daerah pantai utara Jawa bagian barat, khususnya daerah pantai utara Jawa Barat, merupakan daerah hunian yang luas. Daerah ini sudah terbentuk sejak masa prasejarah mulai dari Masa Bercocok Tanam hingga Masa Perundagian. Daerah permukiman ini dikenal sebagai Daerah Kebudayaan Buni atau Kompleks Gerabah Buni dan ditandai dengan peninggalan budaya berupa artefak gerabah yang memiliki daerah sebaran luas.

"Masa awal pengaruh India di Nusantara termasuk salah satu yang dapat dilihat di kawasan situs tersebut. Saat itu arus globalisasi masuk. Pada masa akhir perundagian kawasan tersebut sudah didatangi para pedagang India sehingga terjadi kontak budaya. Beberapa unsur baru diterima seperti agama dan kesenian," ujarnya.

Tradisi gerabah kawasan ini juga masih berkembang pada akhir masa prasejarah, yakni masa perundagian yang menghasilkan benda-benda logam dari perunggu dan besi. Pada akhir masa prasejarah ini, yakni sekitar abad ke-2 dan abad ke-4, daerah ini dikenal dan didatangi para pelayar dari India. Ini dibuktikan dengan kehadiran benda-benda gerabah yang dikenal sebagai Romano-Indian rouletted pottery yang berasal dari kota pelabuhan kuno Arikamedu di India selatan. Di Situs Batujaya juga ditemukan pula gerabah asing dari Arikamedu tersebut.

Masyarakat setempat mulai menyerap unsur-unsur India sehingga terjadi proses akulturasi dan berujung pada timbulnya perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengenalan dan penerapan konsep-konsep baru itu menumbuhkan dinamika sosial budaya menuju kehidupan baru berlandaskan unsur-unsur kebudayaan India, di antaranya terwujud dalam bentuk institusi kerajaan yang bernama Tarumanagara dan religi baru, yakni agama Hindu dan Buddha. (INE)

Sumber: Kompas, Rabu, 24 Oktober 2007

No comments: