Tuesday, October 30, 2007

Artefak: Menengok Sejarah lewat Koleksi Varia

SELAMA ini, umumnya orang mengetahui sejarah Indonesia lewat buku-buku kurikulum di bangku sekolah. Tapi sebenarnya pengetahuan sejarah dapat diperoleh dari gambar, litografi, cetakan, gambar cat minyak hingga almanak kuno. Semua benda-benda bersejarah Koleksi Varia ini menceritakan Indonesia pada periode tahun 1600 - 1950.

Koleksi Varia bermula tahun 1778 dan sebagai komunitas pertama di Asia Tenggara yang mengoleksi buku-buku, artefak etnografi, patung-patung Hindu dan Budha, serta lembaran kertas.

Koleksi ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) dan dikelompokkan pada Koleksi Varia. Hingga kini, Koleksi Varia berjumlah sekitar 3.000 item.

Koleksi ini jarang dipamerkan. Pasalnya, seluruh benda-benda kuno tersebut telanjang tanpa keterangan gambar mengenai suatu tempat, atau tahun pembuatan benda bersejarah itu. Perjanjian antara Perpusnas dan Rijksmuseum Amsterdam pun menjadi momentum kedua institusi untuk meneliti benda bersejarah Koleksi Varia.

Kepala Perpusnas, Dady P Rachmananta mengatakan, untuk menerjemahkan setiap Koleksi Varia yang dipamerkan, pihaknya mendatangkan ahli sejarah dan kurator dari Rijksmuseum Amsterdam, Max de Bruijn. Sebelumnya, koleksi ini direstorasi dan dipreservasi oleh Tim Restora- si, Anna Soraya dan Ketua Restorasi Kertas dari Rijksmuseum, Peter Poldervaart.

"Jadi, yang dipamerkan ini adalah koleksi aslinya. Hanya saja ada sedikit perbaikan karena faktor usia dan iklim Indonesia, kondisi fisik benda tersebut rapuh dan ada sedikit ke-rusakan. Tetapi, inilah pertama kalinya Koleksi Varia dipamerkan di Jakarta, di luar Perpusnas," ujar Dady ketika ditemui SP usai acara pembukaan Koleksi Varia di Erasmus Huis, Jakarta Selatan, Senin (29/10).

Sementara itu, dari keseluruhan Koleksi Varia, ada sekitar 40 item yang dipamerkan, antara lain teks asli lagu Indonesia Raya yang ditulis di atas kertas cetakan berukuran 30 x 30 centi meter, Litografi Tram Kuda di Batavia yang digambar di atas kertas berukuran 52 x 72 centimeter dan diterbitkan oleh Ernst Sam dan Keller. Ada pula, manuskrip kalender yakni almanak Jawa kuno tahun 1892 - 1920, berbentuk bundar dengan diameter 14,4 centimeter.

Koleksi tersebut diberi keterangan berdasarkan penelitian yang dilaku- kan Max. Tetapi karena keterbatasan tidak semua Koleksi Varia memiliki keterangan.

Menurut Dady, proses penelitian memakan waktu yang panjang. Lebih dari empat tahun dia mencoba menerjemahkan setiap Koleksi Varia

"Proses ini bukanlah pekerjaan mudah, sedikit banyak saya mengetahui sejarah Indonesia terutama kebudayaan Jawa. Saya berharap lewat pameran dan pekerjaan panjang ini, Koleksi Varia dikenal secara luas, sehingga masyarakat mengerti masa lalu dan masa sekarang," ucap Max.

Koleksi Dunia


Dady menuturkan, dari seluruh Koleksi Varia yang ada di Perpusnas, sebanyak 60 persen diperoleh dari Museum Nasional (dahulu bernama Museum Gajah). Namun, Koleksi Varia bukan hanya milik Indonesia.

Ada banyak negara yang ikut menyumbang koleksi untuk Koleksi Varia seperti, India, Italia, dan negara-negara di Eropa. Kebanyakan benda bersejarah ini dikumpulkan sebelum Perang Dunia ke-2.

Max menaruh perhatian khusus pada Koleksi Varia karena koleksi ini mengandung banyak informasi tentang kehidupan sehari-hari, kehidupan gereja, dan kebijakan kolonial dalam bentuk yang asli. Hal tersebut tidak ditemukan pada koleksi manapun di dunia ini.

"Masalahnya, kebanyakan orang Indonesia justru tidak tertarik dengan benda-benda bersejarah. Padahal, benda kuno seperti Koleksi Varia punya banyak cerita dan informasi, terutama mengenai Indonesia periode tahun 1600 hingga 1950.

Koleksi tersebut tidak hanya berhubungan dengan Batavia dan Jawa saja, tetapi juga benda-benda kuno yang terkait dengan daerah-daerah di luar Kepulauan Indonesia," tutur Max. [CNV/N-4]

Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 30 Oktober 2007

No comments: